Grid.ID - Dunia oleh raga Indonesia tengah berduka.
Penjaga gawang Persela Lamongan Choirul Huda, meninggal dunia setelah kepala dan dadanya terbentur teman satu timnya Ramon Radrigues.
Mereka berusaha mengamankan bola dari kaki lawan dari kesebelasan Semen Padang, Minggu (15/10) di stadion Surajaya, Lamongan (Jatim).
Dari sekian banyak cabang olah raga, sepak bola termasuk salah satu jenis olah raga yang pemainnya memiliki kemungkinan terjadi kecelakaan benturan yang cukup tinggi.
*" Choirul Huda Meninggal Dunia Mendadak, Begini Kekhawatiran Okie Agustina Sebagai Istri Pesepak Bola
Ketika pemain sama-sama saling berebut tak jarang lepas pemain lepas kontrol akibatnya benturan tak bisa dihindarkan.
Benturan pada kepala tentu tak boleh dianggap remah karena di dalam kepala terdapat organ terpenting manusia yang namanya otak.
“Tergantung sejauh mana benturan itu terjadi, ketika benturan itu ringan mungkin tak ada masalah tetapi tapi ketika benturan itu cukup keras maka kemungkinan cedera bagian dalam bisa terjadi,” kata dr. Gigih Pramono, SpBS, spesialis bedah saraf dari Rumah Sakit Bedah Surabaya (RSBS).
Menurut dr. Gigih, ketika kepala mengalami benturan, pada saat itu kepala/ otak bisa mengalami cedera primer berupa patah tulang tengkorak, perlukaan jaringan otak.
Kemudian bisa berlanjut menjadi cedera sekunder yang berupa bengkak otak, hypoxemia atau dimana darah tidak mampu membawa oksigen ke otak dengan cukup.
Bila hal itu terjadi maka bisa mengakibatkan terjadinya gegar otak (concussion) ringan.
Yaitu gangguan fungsi otak sementara bisa disertai atau tanpa gangguan kesadaran, pusing, mual, muntah, atau gejala yang lebih berat terjadi akibat peningkatan tekanan di dalam ruang kepala seperti: penurunan kesadaran, gangguan nafas hingga henti nafas.
*" 4 Hal Tentang Hipoksia yang Menyebabkan Choirul Huda Meninggal Dunia
“Bila seseorang setelah kecelakaan mengalami ciri-ciri demikian hampir bisa dipatikan benturan kepala yang dialami tersebut adalah dampak dari kecelakaan yang baru saja dialami,” kata Gigih yang juga seorang dokter ah;i di bidang penaganan stroke tersebut.
Gigih yang pernah memperdalam bedah saraf di Yokaichi, Jepang tersebut menjelaskan bahwa seseorang pemain sepak bola beresiko untuk terjadi trauma otak selama aktifitasnya.
Karena itu, screening otak atau pemeriksaan khusus saraf tetap dilakukan.
Pemeriksaan itu meliputi pertanyaan-pertanyaan apakah sering pusing, telinga berdenging, pandangan kabur atau dobel, gangguan memori.
“Baru jika ditemukan keluhan yang mencurigakan maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih detil dengan menggunakan CT scan atau bisa juga dengan magnetic resonance imaging (MRI)."
"Dengan pemeriksaan MRI maka akan terlihat dengan jelas sejauh mana tingkat kerusakan pada otak,” imbuh dokter yang hobi berat dengan olahraga lari tersebut. Pemeriksaan seperti tersebut diatas lanjut Gigih perlu dilakukan sebab benturan di bagian kepala yang sering dialami oleh atlit sepak bola seringkali tidak dirasakan atau hanya sedikit menimbulkan keluhan.
Tetapi kejadian ini tidak boleh diremehkan,
“The Second-Impact Syndrome” adalah gejala yang terjadi pada atlet yang sering mengalami benturan di kepala."
"Pada cedera yang pertama kali, maka otak akan mengalami beberapa gangguan diantaranya adalah gangguan pengaturan aliran darah otah, bengkak otak yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan otak."
"Maka bila terjadi cedera kepala berikutnya (second impact) otak lebih rentan untuk terjadi kerusakan, berupa perdarahan otak, luka jaringan otak dan sebagianya," tuturnya.
Evaluasi terhadap cedera kepala yang berkaitan dengan olahraga membuat para ahli kesehatan menyusun guidelines untuk meminimalkan kejadian cedera kepala yang bisa berakibat fatal. Klasifikasi pertama dibuat untuk menilai kondisi cedera otak ringan/ concussion yang dialami atlet. Gandhi Wasono M.