Meski demikian, ternyata pemblokiran tersebut tidak serempak dilakukan oleh semua provider penyedia jasa layanan Internet di Indonesia. Sehingga bagi pengguna provider yang tidak memblokirnya tetap masih dapat menggunakan fitur GIF tersebut.
Lagipula, ancaman yang diarahkan ke WhatsApp sebenarnya kurang tepat dan tidak logis.
WhatsApp sejatinya hanyalah penyedia jasa komunikasi lewat chat atau messenger yang melibatkan antar pengguna melalui koneksi Internet.
Layanan GIF yang disediakan WhatsApp sebenarnya hanyalah sebuah fitur tambahan untuk memudahkan pengguna untuk mencari gambar GIF yang sudah banyak beredar di Internet.
Penyedia jasa GIF sebenarnya ada banyak, bukan hanya Tenor saja. Salah satunya yang terbesar adalah Giphy. Konten yang mereka buat umumnya adalah konten yang paling banyak dishare oleh orang-orang.
Penyedia jasa konten GIF yang besar seperti Tenor dan Giphy, sebenarnya sudah menerapkan filter safe search. Sehingga merekapun sebenarnya sudah menyaring gambar-gambar yang tampil dalam batasan yang menurut mereka ‘aman’ untuk dikonsumsi.
Nah, batasan itulah yang belum disepakati. Di negara-negara barat, rating pornografi sudah lebih jelas dan dibagi-bagi sesuai kriteria umur. Sedangkan di Indonesia, batasannya masih abu-abu, dan hanya dibagi antara Porno dan Tidak Porno.
Kesepakatan terkait kategori pornografi masih diperdebatkan. Seperti kita lihat kalau di televisi, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mewajibkan semua tayangan di televisi lokal untuk menyensor belahan dada, bokong, dan lekuk badan. Akibatnya, atlit renang saja tubuhnya kena sensor.
Namun, kriteria seperti itu belum berlaku di ranah online. Satu-satunya filter terkait kelayakan tersebut baru ada Internet Sehat yang digawangi Kemenkominfo.
Kriteria Internet Sehat-pun juga masih belum jelas. Terkesan hanya menindaklanjuti laporan warga saja, dan tidak ada penjelasan kriteria yang dimaksud pornografi.