Hasilnya, para peserta yang memiliki pola pikir bahwa cinta adalah sebuah kesatuan belahan jiwa ternyata memiliki kesulitan untuk menangani konflik dalam hubungan.
"Ketika orang berpikir bahwa hubungan mereka adalah sebuah kesatuan, mereka percaya bahwa mereka diciptakan untuk satu sama lain.
Hal ini akan membuat mereka rapuh saat menghadapi konflik.
Ketika mengalami masalah, pasangan bakal mulai berpikir bahwa mereka mungkin tidak diciptakan untuk satu sama lain,” kata Schwartz.
(BACA : Sibuk Kejar Setoran, Mantan Artis Cilik Ini Sampai Rela Tak Ikut Ujian Nasional Demi Karier! )
Lalu, responden yang mengaku bahwa hubungan cinta merupakan sebuah perjalanan, ditemukan lebih bertahan dan bijak dalam mengendalikan konflik.
Sebab, dalam pemikiran mereka, hubungan cinta yang dijalani tersebut bukan sebuah akhir bahagia, melainkan perjalanan cinta yang suatu saat bisa terbentur masalah dan pertentangan.
"Orang-orang ini berpikir bahwa konflik merupakan bagian perjalanan cinta adalah hal pasangan yang paling berbahagia.
Kamu bertengkar dan masih bersama sampai saat ini serta melewati kesulitan bersama-sama maka ini adalah cinta yang sesungguhnya," katanya.
Sebenarnya, menurut penelitian, perasaan dan emosi cinta tidak bisa kamu berikan takaran waktu.
Pemikiran yang salah adalah hubungan akan langgeng sampai ada masalah, atau hubungan terus romantis selama bebas kendala.
(BACA : Sebut 3 Artis Ini, Reza Rahadian: Banyak Aktor Muda Berbakat! )
Sebaliknya, suatu hubungan yang benar itu di mana pasangan ikhlas dan berani menghadapi masalah karena keinginan membahagikan satu sama lain. (*)
( Kompas / Agustina )
Artikel ini pernah tayang di kompas.com dengan judul "Pasangan yang Terlalu Romantis Cepat Putus, Apa Iya?"