Grid.ID - Percayakah Anda bahwa bumi berbentuk datar dan dipimpin oleh kadal alien berbentuk manusia?
Atau mungkin teori bahwa vaksin menyebabkan autisme?
Jika ya, berarti Anda termasuk salah satu orang yang mengonsumsi teori konspirasi.
Sangat mudah untuk menyepelekan teori konspirasi sebagai hiburan semata.
(Baca juga: Tampil Perdana di Panggung Teater, Marsha Timothy Enjoy, Tara Basro Grogi!)
Namun, menurut laporan dari World Economic Forum yang diterbitkan pada tahun 2013, informasi yang salah dari internet akan berisiko signifikan bagi masyarakat modern.
Sebagai contoh adalah ketika seseorang berpura-pura menjadi Menteri Dalam Negeri Rusia di Twitter dan mengabarkan bahwa Presiden Suriah Basher al-Assad telah terluka atau terbunuh.
Kicauan tersebut sempat membuat harga minyak mentah naik sebanyak 1 dollar AS hingga terbukti palsu.
Contoh lainnya terjadi pada 2012, saat 30.000 orang melarikan diri dari kota Bangalore, India, setelah menerima pesan teks bahwa mereka sedang diserang.
(Baca juga: Dapet Gelar Kebangsaan dari Orang Ini, Bukannya Dipuji Roro Fitria Malah Kena Bully)
Kejadian-kejadian di atas membuat kita bertanya-tanya, bagaimana teori konspirasi yang jelas-jelas berbeda dari apa yang dimuat oleh media konvensional dapat menyebar dengan mudah di internet?
Untuk menjawab hal ini, Alessandro Bessi dan rekannya dari Institute for Advanced Studies, Lucca, Italia, memeriksa cara orang di Facebook mengonsumsi teori konspirasi dan berita ilmiah mainstream.