“Dari total kontribusi tersebut, sub-sektor kuliner, kriya, dan fashion memberikan kontribusi terbesar pada ekonomi kreatif,” tambahnya.
Sub-sektor kuliner tercatat berkontribusi sebasar 41,69 persen, kemudian fashion sebesar 18,15 persen, dan kriya sebesar 15,70 persen.
Selain itu, industri film bertumbuh 10,28 persen, music 7,26 persen, seni/arsitektur 6,62 persen, dan game tumbuh 6,68 persen.
Tiga Negara tujuan ekspor komoditas ekonomi kreatif terbesar pada 2015 adalah Amerika Serikat 31,72 persen, Jepang 6,74 persen, dan Taiwan 4,99 persen.
Walau bertumbuh, memang masih ada yang harus diperhatikan dalam pengembangan ekonomi kreatif.
Salah satunya ekosistem bisnis dan investasi, di samping itu infrastruktur juga penunjang kegiatan.
Karena besarnya potensi ekonomi kreatif, pemerintah tidak ragu untuk memberikan bantuan permodalan.
Sektor ini dinilai paling memberi kesempatan kerja kepada anak-anak muda, demikian juga khususnya kaum perempuan.
Ditinjau dari status jender, 62,84 persen tenaga kerja Indonesia pada 2015 adalah laki-laki dan sisanya atau 37,16 persen adalah perempuan.
Namun, ekonomi kreatif justru membalik fakta itu, bedasarkan data Bekraf justru perempuan mendominasi ekonomi kreatif yaitu sebanyak 53,68 persen dan sisanya sebesar 46,52 persen laki-laki.
Pelaku ekonomi kreatif juga telah mengakses permodalan dari bank.
Pada 2016, permodalan yang diakses dari perbankan sebesar Rp 7,668 triliun dan angka tersebut melampaui target yang hanya sebesar Rp 4,9 triliun.