Karena tenaga kesehatan akan tahu jenis antibiotic apa serta berapa jumlahnya yang harus diberikan kepada seorang pasien.
“Dengan jenis dan takaran yang pas maka infeksi pada pasien bisa disembuhkan dengan cepat, tapi sebaliknya kalau tidak bukan hanya tidak sembuh pasien malah akan kebal dengan jenis antibiotik."
"Yang mengkhawatirkan lagi bakteri resisten dari seorang pasien bisa menular kepada orang lain,” imbuh Hari di acara yang bertema “Konsultasi Dengan Tenaga Kesehatan Sebelum Mengkonsumsi dan Menggunakan Antibiotik” tersebut. Menurut data WHO, pada tahun 2014 terdapat 480.000 kasus baru multidrug-resistent tuberculosis (MDRTB) di dunia dan 700.000 kematian per tahun akibat bakteri resisten.
Selain itu, berdasarkan laporan the Review on Antimicrobial Resistance, diperkirakan bahwa jika tidak ada tindakan global yang efektif, AMR akan membunuh 10 juta jiwa di seluruh dunia setiap tahunnya pada tahun 2050.
Angka tersebut melebihi kematian akibat kanker, yakni 8,2 juta jiwa per tahun dan bisa mengakibatkan total kerugian global mencapai USS 100 triliun.
Keprihatinan terhadap semakin banyaknya bakteri yang resistensi dengan antibiotik telah mendorong banyak negara dan berbagai insitusi di dunia untuk memberikan perhatian yang Iebih terhadap isu kesehatan ini.
Menurut Hari, Kementerian Kesehatan secara aktif mendukung pengendaIian AMR diantaranya dengan mendirikan Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) yang dibentuk tahun 2014.
Mereka membuat program pelaksanaan pengendaIian resistensi antimikroba di awali pada 144 rumah sakit rujukan nasional dan regional serta Puskesmas di lima provinsi sebagai pilot project. Selain saat ini Indonesua memiliki National Action Plan (NAP) on AMR dengan konsep one-health. Gandhi Wasono