Serta bandara dan pelabuhan yang ditawarkan pengelolaannya, berpotensi menguntungkan secara ekonomi.
Antara lain Labuan Bajo, Sentani, Radin Inten, Tarakan, Palu, Sabang, Sibolga, dan Bengkulu. Sementara itu, pelabuhan yang akan dibangun antara lain Bitung, Ternate, Manokwari, Kendari, dan Biak.
Kerja sama itu bakal menggunakan skema pengelolaan aset milik negara. Adapun jangka waktu kerja sama operasional terbatas maksimal 30 tahun dan semua aset juga tetap dikuasai negara.
(Baca Juga : Amankah Data Pribadi Setelah Melakukan Registrasi Kartu Prabayar? Kamu Wajib Baca Ini)
Dari kerja sama dengan swasta itu, imbuh Budi, anggaran negara bahkan dapat dihemat hingga Rp 1 triliun.
Anggaran itu tentunya dapat dialihkan untuk hal-hal produktif lain, yakni membangun infrastruktur di daerah terluar, tertinggal, terdepan (3T).
Pada forum yang sama, Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Desi Arryani menuturkan, pembiayaan swasta baik untuk mempercepat pengoperasian jalan tol.
"Jasa Marga memiliki konsesi 1.260 kilometer jalan tol, dan yang telah beroperasi tahun lalu sekitar 593 kilometer. Masih banyak kilometer mesti dikejar dan diselesaikan," katanya.
Dalam kurun waktu 3 tahun, yaitu 2017-2019, Jasa Marga juga harus mengoperasikan 667 kilometer jalan baru dengan target 200 kilometer per tahunnya. Sebagai korporasi Jasa Marga memiliki keterbatasan modal dan utang.
Mau tak mau, Jasa Marga membutuhkan sumber pundi-pundi baru untuk mengakselerasi pembangunan tol itu.
Dengan ekuitas Rp 16,3 triliun, Jasa Marga juga mesti berhati-hati menentukan jumlah pinjamannya. Pasalnya, Jasa Marga adalah perusahaan terbuka, yang sewaktu-waktu pemegang sahamnya dapat khawatir saat menilai pinjaman terlalu tinggi.
"Jadi kami putuskan melakukan sekuritisasi. Kami cari mana nih skema yang tidak berbenturan dengan regulasi," kata Desi.