Grid.ID – Tanpa kenal lelah, perenang putri asal Indonesia itu mengayuhkan kedua tangannya sekuat tenaga hingga capai garis finish.
Sorak sorai pun terdengar ketika Laura Aurelia Dinda berhasil mengalahkan jagoan asal Singapura, Theresa Goh.
Bendera Merah Putih beserta lagu Indonesia Raya pun berhasil dengan lantang berkumandang di Negeri Jiran, menandakan Indonesia adalah juara pertama.
Tak ada yang aneh dalam kompetisi itu kecuali ketika kita mengetahui bahwa Laura tengah berlomba dalam ajang ASEAN Para Games 2017 cabang olaharga renang nomor 100 meter gaya bebas putri S6.
Kelas S6 diperuntukan bagi para perenang penyandang disabilitas yang kakinya lemah dan biasa menggunakan kursi roda dalam kesehariannya.
(Baca Juga : Infrastruktur di Indonesia Feasible Diberikan kepada BUMN dan Swasta)
2 tahun yang lalu, tepatnya ketika Laura baru saja menyelesaikan perlombaan di Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda), ia terjatuh di kamar mandi.
Kecelakaan itu menyebabkan tulang punggungnya patah sehingga memaksa dirinya harus hidup normal tanpa kedua kakinya.
Memang Laura masih memiliki kedua kakinya secara utuh, tapi ia tak lagi bisa menggerakan kakinya secara leluasa, sehingga kursi roda adalah temannya sehari-hari.
“Namun, saat Popda dua tahun lalu, saya terjatuh di kamar mandi. Tulang saya patah, ya terus, jadi seperti ini. Saya berenang tanpa kaki,” ujar Laura sambil menunjuk ke kursi rodanya.
(Baca Juga : Meski Menyandang Difabel Wanita Ini Mampu Meraih Emas dan Mengharumkan Nama Indonesia)
Kecelakaan itu juga mengubah statusnya dari atlet renang menjadi atlet renang difabel Indonesia.
Dan ASEAN Para Games 2017 adalah kompetisi pertama Laura sebagai atlet renang difabel.
Yang patut diacungi jempol, di kompetisi pertama itu Laura berhasil menyabet emas mengalahkan Theresa Goh yang sudah lebih lama malang melintang sebagai atlet renang difabel.
Bahkan, Laura adalah penyumbang emas pertama bagi Indonesia di ajang ASEAN Para Games 2017.
Seakan meraih emas pertama untuk Indonesia tak cukup, Laura juga berhasil memecahkan rekor yang sebelumnya dipegang atlet difabel Thailand, dengan 1;30.27 detik.
Menjadi atlet renang tanpa menggunakan kedua kakinya adalah hal yang sulit tapi bukannya mustahil.
Meski keputusan Laura menjadi atlet difabel kerap dipertanyakan oleh teman-temannya yang atlet non-difabel, gadis 18 tahun itu sama sekali tak menggubrisnya.
(Baca Juga : Pemerintah Semakin Inovatif Dalam Memajukan Pembangunan Infrastruktur)
Justru keraguan tersebut yang memotivasi dirinya untuk berlatih selama 2 jam setiap harinya.
Karena renang bukan lagi sekadar hobi bagi Laura, melainkan jalan hidup yang telah ia pilih sejak kecil.
Sepenggal kisah Laura Aurelia Dinda dan perjuangannya ini seakan memberikan pelajaran bagi kita yang masih memiliki fisik yang sempurna.
Paras cantik dan fisik yang sempurna tidak akan membawamu ke mana-mana, kecuali kita berjuang dan percaya pada diri sendiri.
Sekarang Laura dan para atlet difabel lainnya tengah bersiap untuk berkompetisi di ajang Asian Para Games 2018.
Dan bukan mustahil kalau para atlet difabel ini akan kembali mengharumkan nama bangsa, seperti yang mereka lakukan ketika menjadi juara umum di ajang ASEAN Para Games 2017 lalu. (*)