Ia melanjutkan, kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan membuat biaya penyediaan listrik antarpulau menjadi berbeda.
"Meskipun begitu, PLN berkomitmen menghadirkan tarif yang sama, baik di Jawa maupun di pulau terluar sekali pun," ucap Made.
Terjangkaunya tarif tersebut tak lepas dari kepiawaian PLN dalam mengendalikan biaya pokok penyediaan (BPP) di tengah kenaikan harga gas dan batubara.
Bahkan, tarif listrik diupayakan terus turun sehingga beban masyarakat kian berkurang. Dalam mewujudkan hal itu, PLN membuat terobosan inovatif. Dengan menggandeng pihak swasta, misalnya.
(Baca Juga : Meski Menyandang Difabel Wanita Ini Mampu Meraih Emas dan Mengharumkan Nama Indonesia)
Skema independent power producer (IPP) kemudian membuat semakin banyak pembangkit listrik terbangun yang berujung pada penurunan tarif listrik.
Dengan kebutuhan dana sekitar Rp 1.200 triliun untuk menyukseskan program besar pemerintah terkait listrik 35.000 megawatt, diharapkan skema IPP dapat berkontribusi hingga Rp 615 triliun. Sisanya sebesar Rp 585 triliun berasal dari PLN.
Efisiensi dalam tubuh PLN turut dilakukan sehingga biaya operasional berkurang. Hal itu penting untuk memastikan industri listrik tetap menggeliat.
Di sisi lain, rasio utang terhadap modal menurun drastis jika dibandingkan tiga tahun lalu. Jika pada 2014 rasio utang terhadap modal PLN sebesar 297 persen, maka kini angkanya hanya sebesar 49 persen.
PLN kini memiliki total aset sebesar Rp 1.312 triliun, melonjak pesat dari 2014 yang sebesar Rp 539 triliun. Kenaikan aset secara signifikan itu tak lepas dari revaluasi aset yang dilakukan PLN untuk mendanai program pembangkit listrik 35.000 megawatt.
Membaiknya kondisi keuangan PLN membuat kontribusi terhadap negara turut membesar. Per September 2017, pajak dan dividen PLN mencapai Rp 22,7 triliun.
(Baca Juga : Natal Terasa Berbeda Saat Kamu Menyaksikan Home Daddy 2, Seru Banget!)