Find Us On Social Media :

Bukan Cuma Kamu Yang Merasakan Terang, Bumi Papua Juga Rasakan Hal Sama!

By Nailul Iffah, Jumat, 1 Desember 2017 | 19:34 WIB

PLN

Grid.ID – Hampir semua orang takut akan gelap, tanpa aliran listrik yang memadai membuat sekitar tampak suram.

Penerangan seperti lampu yang dialiri oleh listrik sangat berjasa bagi keberlangsungan hidup, terlebih di zaman sekarang.

Sayangnya, belum semua daerah yang ada di Indonesia dialiri listrik dengan sempurna layaknya di kota-kota besar.

Tapi kini, PLN bertekad untuk bisa menembus seluruh pelosok dari Sabang sampai Merauke agar bisa merasakan terangnya kehidupan.

Mislanya, Imelda Yewen, warga Distrik Fef, Kabupaten Tambrauw, Sorong, Papua Barat, kini bisa menikmati kemajuan hidup.

Pasalnya, sejak 21 April 2017 lalu, listrik mulai hadir di wilayah timur Indonesia itu. Sebanyak dua pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan kapasitas masing-masing 80 kilowatt telah terpasang.

(Baca Juga :Jangan Takut Gelap, Indonesia Semakin Terang Dengan Adanya Ini)

“Saat ini warga di Fef bisa membeli kulkas atau televisi untuk menikmati siaran berita atau film,” tutur perempuan berusia 24 tahun itu semringah.

Apa yang dirasakan warga Distrik Fef di Sorong itu merupakan potret pelayanan listrik yang terus menjangkau pelosok Tanah Air. Hingga September lalu, sebanyak 73.656 desa telah teraliri listrik.

Pada tahun-tahun mendatang, ditargetkan semakin banyak daerah bisa menikmati listrik. Pada 2018 misalnya, PLN mengupayakan agar desa yang teraliri listrik bertambah 5.053 desa.

Secara nasional, rasio elektrifikasi kini telah menyentuh angka 93,08 persen dan bakal meningkat menjadi 97,32 persen pada 2019.

"Beberapa daerah memang masih perlu digenjot kelistrikannya, misalnya di Papua dan Nusa Tenggara Timur. Ini kita pacu terus," ungkap Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka dalam Forum Merdeka Barat 9 bertajuk "Pelayanan Ketenagalistrikan Indonesia" di Jakarta, Kamis (30/11/2017).

Adapun rasio elektrifikasi Papua saat ini sebesar 48,91 persen dan ditargetkan naik menjadi 77,7 persen pada 2019.

(Jangan Baca : Nggak Cuma di Kota Besar Saja Bisa Menikmati Terangnya Malam, Pelosok Negeri Pun Ikut Merasakan)

Sektor ketenagalistrikan mutlak harus terus digenjot. Sebagaimana data International Energy Agency, konsumsi listrik per kapita di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain di ASEAN.

Pada 2016 lalu konsumsi listrik per kapita di Indonesia sebesar 956 kilowatt per jam (kWh). Angka itu masih lebih rendah jika dibandingkan Vietnam dengan 1.530 kWh per kapita maupun Thailand dengan 2.620 kWh per kapita.

Dalam rangka menggenjot konsumsi listrik Tanah Air itu PLN menyiapkan langkah-langkah konkret. Contohnya dengan penambahan daya gratis. Itu dilakukan agar masyarakat dapat menggunakan listrik untuk hal-hal produktif, misalnya membuka usaha baru.

"Penambahan daya gratis itu murni aksi korporasi PLN untuk mengoptimalkan surplus daya listrik yang ada. Tidak ada paksaan apabila masyarakatnya tak mau (tambah daya)," tutur Made.

(Baca Juga : Atlet Cantik Ini Berenang Tanpa Kedua Kaki Namun Berhasil Pecahkan Rekor dan Kumandangkan ‘Indonesia Raya’ di Negeri Jiran)

Tarif stabil

Tren dalam beberapa tahun terakhir jumlah pelanggan PLN terus meningkat. Jika pada 2012 sebanyak 49,8 juta pelanggan, pada September 2017 jumlahnya menyentuh angka 67 juta.

Daya tersambung juga terus merangkak naik. Lima tahun silam daya tersambung sebesar 83.898 MVA. Namun, pada 2016, angkanya telah menjadi 114.348 MVA dan mencapai 119.809 MVA per September 2017.

Tarif listrik pun relatif stabil. Sebagai contoh, jika tarif tegangan rendah pada Juli 2015 adalah Rp 1.548 per kWh, maka pada per September 2017 lalu turun menjadi Rp 1.467 per kWh.

"Tarif listrik di Indonesia masih jauh lebih murah dibandingkan negara lainnya. Lebih kurang tarif listrik rata-rata di Indonesia sekitar 10 sen (dollar AS) per kWh," ujar Made.

Ia melanjutkan, kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan membuat biaya penyediaan listrik antarpulau menjadi berbeda.

"Meskipun begitu, PLN berkomitmen menghadirkan tarif yang sama, baik di Jawa maupun di pulau terluar sekali pun," ucap Made.

Terjangkaunya tarif tersebut tak lepas dari kepiawaian PLN dalam mengendalikan biaya pokok penyediaan (BPP) di tengah kenaikan harga gas dan batubara.

Bahkan, tarif listrik diupayakan terus turun sehingga beban masyarakat kian berkurang. Dalam mewujudkan hal itu, PLN membuat terobosan inovatif. Dengan menggandeng pihak swasta, misalnya.

(Baca Juga : Meski Menyandang Difabel Wanita Ini Mampu Meraih Emas dan Mengharumkan Nama Indonesia)

Skema independent power producer (IPP) kemudian membuat semakin banyak pembangkit listrik terbangun yang berujung pada penurunan tarif listrik.

Dengan kebutuhan dana sekitar Rp 1.200 triliun untuk menyukseskan program besar pemerintah terkait listrik 35.000 megawatt, diharapkan skema IPP dapat berkontribusi hingga Rp 615 triliun. Sisanya sebesar Rp 585 triliun berasal dari PLN.

Efisiensi dalam tubuh PLN turut dilakukan sehingga biaya operasional berkurang. Hal itu penting untuk memastikan industri listrik tetap menggeliat.

Di sisi lain, rasio utang terhadap modal menurun drastis jika dibandingkan tiga tahun lalu. Jika pada 2014 rasio utang terhadap modal PLN sebesar 297 persen, maka kini angkanya hanya sebesar 49 persen.

PLN kini memiliki total aset sebesar Rp 1.312 triliun, melonjak pesat dari 2014 yang sebesar Rp 539 triliun. Kenaikan aset secara signifikan itu tak lepas dari revaluasi aset yang dilakukan PLN untuk mendanai program pembangkit listrik 35.000 megawatt.

Membaiknya kondisi keuangan PLN membuat kontribusi terhadap negara turut membesar. Per September 2017, pajak dan dividen PLN mencapai Rp 22,7 triliun.

(Baca Juga : Natal Terasa Berbeda Saat Kamu Menyaksikan Home Daddy 2, Seru Banget!)

Apresiasi dunia

Kesiapan PLN dalam melayani masyarakat juga membuahkan hasil dan pengakuan internasional. Berdasarkan survei kemudahan melakukan bisnis (ease of doing business) oleh Bank Dunia pada 2017, komponen kemudahan mendapatkan listrik terus membaik.

Posisi Indonesia pada 2016 berada di urutan ke-61, sedangkan pada 2017 ini telah berada di urutan ke-49.

Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Agoes Triboesono, melesatnya peringkat Indonesia tak lepas dari sejumlah langkah inovatif.

"Jika sebelumnya tahap penyambungan listrik ada 5 prosedur, maka kini telah disederhanakan jadi 4 prosedur saja," ucapnya.

Keempat prosedur itu, lanjut Agoes, terdiri dari pengajuan penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO), permohonan penyambungan baru ke PLN, pekerjaan konstruksi dan pelaksanaan inspeksi eksternal PLN, serta proses penyalaan.

Tapi, segala perbaikan itu tak membuat pemerintah cepat berpuas diri.

"Sekarang concern (fokus) kami adalah wilayah timur Indonesia. Diharapkan, wilayah yang listriknya masih tertinggal, aksesnya segera meningkat hingga 2019 mendatang," tutur Agoes.

Mewujudkan Indonesia terang benderang memang bukanlah proses mudah. Namun, dengan segala daya yang dilakukan pemerintah, niscaya listrik bakal terus menjangkau hingga pelosok negeri. (*)