Uraian itu cukup untuk membuat para dokter memutuskan melakukan rawat inap psikiater darurat dan memberinya resep obat antipsikotik.
Namun perilaku ini terus berlanjut selama 18 bulan.
Padahal menurut riwayat kesehatan keluarga, tidak ada yang menunjukkan indikasi gangguan mental. Jadi sepertinya kondisi bocah itu bukan karena faktor genetik.
Pemeriksaan lebih lanjut, dokter menemukan ada bekas luka cakar di sepanjang paha dan ketiak.
Baca Juga : Kisah Taufik, Anak Disabilitas yang Selamatkan 22 Wisatawan Malaysia dari Longsor di Lombok Utara
Dari tanda itu, tim dokter kemudian mencari tahu apakah dia mengalami infeksi.
Darah bocah itu diuji dan positif mengandung Bartonella henselae, bakteri yang terkait dengan infeksi karena gigitan atau goresan kucing.
Seperti dugaan para dokter, keluarga pasien memiliki dua kucing peliharaan yang awalnya diambil dari jalanan pada 2010.
Dilansir IFL Science, Rabu (20/3/2019), kesehatan mental anak itu membaik setelah infeksinya diobati dengan terapi antimikroba.
Faktor utama dari gejala skizofrenia yang dialami bocah itu kemungkinan besar karena bakteri dari kucing.
Baca Juga : Nasib 'Egg Boy' yang Sempat Ditawari Ferari, Kini Justru Jadi Membenci Telur
Ini menunjukkan bahwa infeksi Bartonella dapat berkontribusi terhadap gangguan neuropsikiatri progresif seperti skizofrenia.