Beberapa tahun setelah terbentuk, perusahaan induk industri semen itu berhasil menorehkan catatan positif. Jika pada 2014 volume penjualan total domestik dan regional sebesar 28,5 juta ton, pada 2016 angkanya menyentuh 29,1 juta ton.
Ia melanjutkan, pascapgabungan itu Semen Indonesia juga mampu memperluas jangkauan pemasaran hingga seluruh Indonesia.
"Tantangan bisnis semen adalah distribusi dan logistik. Sekarang kami memiliki semua itu setelah menjadi satu," ucap Agung.
Geliat bisnis itu sebagaimana tercermin dari kinerja Semen Indonesia saat ini. Korporasi itu menjadi raja penjualan semen domestik dengan pangsa pasar mencapai 47,1 persen. Dengan penjualan yang digdaya itu, Semen Indonesia berhasil membukukan pendapatan Rp 26,134 triliun pada 2016.
Berkaca pada keberhasilan perusahaan induk Semen Indonesia, Pemerintah telah membentuk perusahaan induk BUMN lainnya. Kali ini pada bidang pertambangan di bawah naungan induk PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum).
(Baca Juga : Infrastruktur di Indonesia Feasible Diberikan kepada BUMN dan Swasta)
Adapun PT Inalum menjadi induk atas PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk.
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Wianda Pusponegoro mengatakan, hadirnya perusahaan induk pertambangan itu memberi dampak positif bagi Tanah Air.
Sebagai contoh, proses hilirisasi tambang dapat terwujud di dalam negeri.
"Hakikat BUMN adalah menjadi agen pembangunan nasional. Demikian pula, dalam hal pengelolaan sumber daya alam harus menguntungkan segenap masyarakat," tuturnya.
Kehadiran perusahaan induk, lanjut Wianda, berdampak positif untuk mempercepat laju kinerja BUMN. Efisiensi dapat terwujud baik dari segi pengambilan keputusan strategis maupun anggaran.
Bersatunya sejumlah entitas bisnis sejenis membuat alat operasional dapat dipakai bersama-sama. Hal itu tentu menghemat pengeluaran dibandingkan jika setiap BUMN melakukan investasi sendiri-sendiri.