Yang boleh melakukan skarifikasi ini sendiri adalah ketua adat suku Chambri.
Kulit mereka akan disayat sepanhang 2 cm.
Hal ini dilakukan secara berulang-ulang hingga membentuk pola di punggung, lengan, dada, dan bokong.
Tak ada anestasi dalam prosesi skarifikasi ini, jadi bisa dibayangkan betapa sakitnya kulit disayat berkali-kali oleh silet.
Baca Juga : Pria Jombang ini Pelihara Ikan Predator Arapaima, Sehari Bisa Habiskan Rp200 Ribu Hanya untuk Biaya Pakannya
Lebih sakitnya lagi, skarifikasi tak bisa selesai dalam satu sesi saja.
Karena harus menunggu kulit yang disayat pulih lagi kemudian baru menyayat lagi, begitu seterusnya sampai membentuk pola yang diinginkan.
Untuk penghilang rasa nyeri akibat sayatan silet, maka anak-anak usia 11 tahun itu hanya boleh mengunyah semacam daun tanaman obat.
Baca Juga : Bersuara hingga Melahirkan, ini 10 Hal yang Masih Bisa Dilakukan Tubuh Meskipun Sudah Meninggal
Usai menyayat kulit, mereka disuruh berbaring di dekat perapian sehingga hawa panas akan tertiup ke luka-luka bekas sayatan.
Setelahnya luka sayatan akan diolesi tanah liat dan minyak pohon.
Tujuannya agar luka tak terinfeksi bakteri.
Usai sembuh maka anak laki-laki bersangkutan akan mengenakan hiasan kepala dan perhiasan sebagai upacara bahwasanya mereka sudah dewasa.
Baca Juga : Nazar Inul Daratista Pakai Daster Saat Nyoblos, Tetap Mewah Dipadu Jaket Branded Harga Puluhan Juta
(*)