Kendati demikian, melihat dari isi tulisannya yang tidak terarah dan cenderung mengulang-ulang kata, Monica menyebut ada kemungkinan Sugeng memiliki penyaluran emosi yang tak terarah.
Sehingga ia menduga Sugeng ada kemungkinan mengalami gangguan psikotik.
Seolah membenarkan diagnosa Monica, perwakilan sekolah Grafologi Karohs International School of Handwriting Analysis di California, Syibly Avivy Achmad Mulachela menyebut bila tulisan seseorag mampu menggambarkan sisi psikis orang tersebut.
Baca Juga: Cara Pasukan K-9, Unit Garang dari Kepolisian Bekuk Terduga Pelaku Kasus Mutilasi Wanita di Malang
Dalam kasus ini, orang yang memiliki gangguan kejiawaan biasanya memiliki pola atau bentuk kalimat yang tak biasa.
Mereka yang mengalami gangguan kejiwaan cenderung kerap menggunakan kalimat atau kata atau tanda baca berulang-ulang.
Hal ini mereka lakukan karena secara tak sadar alam bawah sadar mereka sedang berusaha menutupi sesuatu yang abnormal.
“Dalam kasus ini, orangnya seperti ‘tidak normal’ maka bentuk-bentuk tulisan atau pola tulisan tidak bisa memakai analisa normal pada umumnya,” jelas Syibly Avivy.
Menurut Syibly Avivy, pengulangan kata atau kalimat yang tak memiliki makna bisa jadi salah satu gejala gangguan psikotik.
Kendati demikian, orang-orang yang seperti ini biasanya cenderung memiliki kecerdasan yang setara dengan psikopat.
Hal ini bisa dibuktikan dari pemilihan lokasi pemotongan tubuh yang tak biasa, tepat di siku atau sendi tubuh korban.
Karena pada dasarnya bila memutilasi dalam keadaan panik atau diselimuti oleh emosi, potongan tubuh tidak akan serapi ini.
“Bisa jadi kata pengulangan itu juga tidak ada maknanya pada orang yang mengalami gangguan psikotik dan emosinya datar (flat emotion),” ujar Syibly Avivy.
Namun kembali lagi ke titik awal, ia sendiri mengaku bukanlah seorang psikolog.
Sehingga pemeriksaan seperti ini harus dengan dampingan ahli kejiwaan yang kredibilitas. (*)