Antara keduanya pun memiliki hubungan cinta dan segera menikah.
Kemudian, Cheung Po Tsai sepenuhnya mengambil alih posisi pemimpin bajak laut dari istrinya.
Cheung Po Tsai menguasai wilayah pesisir Guangdong, pada masa Dinasti Qing.
Perompaknya didisiplinkan dengan baik, berbagi harta rampasan dengan adil dan tidak diizinkan untuk melukai atau membunuh wanita.
Baca Juga: Tak Rela Kehilangan, ini 3 Kisah Pria yang Memilih Hidup dengan Mayat
Pada puncak kekuasaannya, armada Cheung memiliki 20.000 orang pasukan dan 600 kapal.
Pada tahun 1810, setelah kejatuhan besar pasukan bajak lautnya, Cheung Po menyerah kepada Pemerintah Qing dan menjadi seorang pejabat.
Dia menjabat sebagai seorang kapten di angkatan laut kekaisaran Qing dan bertanggung jawab untuk menghapuskan tindak pembajakan.
Dia menghabiskan sisa hidupnya menikmati posisi administratif yang nyaman.
Baca Juga: Misteri Jembatan Overtoun, Lokasi 'Favorit' Para Anjing Bunuh Diri!
Cheung Po Tsai meninggalkan desas-desus yang masih dipercayai hingga kini.
Yakni mengenai sebuah gua kecil di Pulau Cheung Chau yang kemudian dinamai Cheung Po Tsai.
Cheng Po dikatakan telah menumpahkan harta bajak lautnya di sana.
Baca Juga: Lihat Tampilan Santai Syahrini dengan Legging Ketat yang Seksi Harga Jutaan Rupiah
Gua ini kecil dan sulit dijelajahi, namun banyak pemburu harta karun modern yang mencoba menemukan harta karun Cheung Po Tsai yang hilang itu. (*)
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul, “Punya 600 Kapal dan 20.000 Anak Buah, Cheung Po Tsai Jadi Bajak Laut Terkuat di Dunia, Hartanya di Sebuah Gunung Masih Terus Diburu Hingga Kini”