Laporan Wartawan Grid.ID, Angriawan Cahyo Pawenang
Grid.ID - Ada beberapa pertanyaan yang dianggap sensitif di masyarakat kita.
Mungkin pertanyaan ini terkesan biasa saja, namun bagi beberapa orang bisa saja menjadi momok sensitif tersendiri.
Bahkan dikutip dari Tribun Manado, seorang pria di Minahasa sampai tebas tetangganya sendiri gara-gara pertanyaan tersebut.
Baca Juga: Mengenal Gejala dan Cara Penanganan Baby Blues, Sindrom Psikologi yang Dialami Ibu Pasca Melahirkan
Sang pelaku menebas tetangganya hingga tewas gara-gara ditanya anaknya kapan nikah.
Di satu sisi, pertanyaan tersebut biasa digunakan sebagai basa-basi.
Namun di sisi lainnya, pertanyaan tersebut juga bisa menjadi hal yang menyakitkan.
Baca Juga: Inilah Arti Mimpi Melihat Orang Meninggal, Ada Hubungannya dengan Kondisi Psikologis Seseorang?
Dikutip dari Kompas.com, Psikolog anak dan keluarga, Astrid Wen mengatakan kalau pertanyaan ini ada hubungannya dengan budaya kekeluargaan di Indonesia.
"Jadi, semua orang ikut ngurusin saat ada satu orang belum menikah di usia yang cocok untuk menikah," kata Astrid.
Meski begitu, Astrid sebagai seorang psikolog juga menyadari kalau pertanyaan itu sering kali digunakan sebagai bahan basa-basi.
Sementara itu, Rizqy Amelia Zein selaku asisten dosen Social dan Personality Psychologyy dari Universitas Airlangga menyebutkan pertanyaan kapan nikah dapat dianalisis dengan social comparison theory.
Artinya, konsep diri kita akan terbentuk ketika kita membandingkan diri dengan orang lain.
Harga diri rendah terbentuk setelah kita membandingkan diri dengan orang yang kondisi lebih baik, begitu juga sebaliknya.
“Orang-orang yang suka menjelekkan orang lain dengan nanya rese atau kepo, sebenarnya melakukannya agar merasa nasib mereka lebih baik ,” ujar Amel.
Amel mengatakan seandainya pertanyaan kapan nikah diutarakan atas dasar empati maka akan mendapatkan reaksi yang lebih baik.
Meski terkesan sepele, ternyata pertanyaan Kapan Nikah bisa berdampak besar.
Jika orang yang ditanyai dalam keaadan mentalnya tidak sehat, pertanyaan ini akan berbahaya dan bisa menyebabkan depresi.
Amel mengatakan bisa saja orang-orang akan menghadapi kejadian serius bahkan memutuskan bunuh diri bagi yang depresi.
Amel sendiri berpesan agar kita berjaga-jaga dengan tidak menyakan pertanyaan yang sifatnya personal.
Karena sering kali orang yang depresi tidak menunjukkan dirinya sedang ada masalah.
Pertanyaan kapan nikah juga bisa membentuk pola pikir jika terus-terusan ditanyakan.
Seseorang akan mereasa tertekan dengan pertanyaan tersebut hingga membuat pernikahan menjadi tujuan hidupnya.
Sebagai seorang pskolog, Astrid mengakui kalau pertanyaan kapan nikah mempunyai nilai positif.
Bisa saja orang yang ditanya jadi memiliki keinginan membangun keluarga pada orang-orang yang sudah terlalu asik melajang.
Pertanyaan tersebut juga bisa membuka obrolan terkait omongan serius di antara pasangan, seperti masalah kesiapan.
“Karena pernikahan pun sesuatu hal yang baik. Pernikahan adalah sebuah jaminan supaya anak-anak bisa tumbuh dalam lingkungan yang aman. Hubungan pasangan pun menjadi terjamin oleh negara sehingga sama-sama terlindungi,” ujarnya.
Bagi mereka yang masih lajang atau memang yang belum bersiap untuk menikah disarankan untuk menanggapi pertanyaan tersebut dengan santai.
Namun jika anda tersinggung, jangan terlalu memikirkanya hingga merasa stres.
Astrid berpesan agar kita juga mensyukuri kondisi belum menikah karena bisa fokus pada hal lain.
"Jadi ya dinikmati aja. Sebab, ketika kita lebih nyaman dengan diri kita sendiri, kita jadi sadar dan bisa menerima pertanyaan-pertanyaan seperti ini" ujarnya.
(*)