Suku Zoe hidup di dalam hutan amazon, Brasil, di antara tepi sungai erepecuru cuminapanema. Rumah mereka terbuat dari kayu besar dan atap yang terbuat dari jerami serta dedaunan besar.
Satu keluarga yang tinggal di dalam rumah tersebut berbagai fasilitas, seperti kasur gantung yang terbuat dari serat yang di buat oleh para wanita.
Ketika berburu, mereka akan melakukannya secara sendiri-sendiri. Namun bila sumber makanan mereka ini tersedia banyak—monyet, ikan, atau burung—mereka akan berburu secara berkelompok. Tujuannya adalah agar proses berburu menjadi lebih mudah.
Baca Juga: Yakin Sang Istri Bisa Sembuh dan Sudah Belikan Baju Lebaran, Harapan Sang Suami Kini Sirna
Suku Zoe memakai sepotong kayu berbentuk kerucut yang dipasang menembus bawah bibir mereka. Kayu tersebut bernama Poturu. Fungsinya adalah untuk mebedakan suku Zoe dengan suku lainnya.
Sejak kecil, antara usia 7 hingga 9 tahun, suku Zoe memasangkan Poturu kepada anak-anaknya. Bahkan Poturu juga akan diganti dengan Poturu yang lebih besar, seiring dengan pertambahan usia mereka.
Tidak berhenti sampai di situ, mereka bahkan mengenakan Poturu hingga embusan nafas terakhir.
Baca Juga: Tertusuk Panah Hingga Tembus ke Paru-Paru, Pria ini Tetap Terjaga Saat Dioperasi
Suku Zoe dalam kehidupan sosialnya tidak mengenal adanya pemimpin.
Mereka lebih senang mendengarkan nasihat dari para sesepuh. Sebuah keputusan pun diambil secara bersama-sama.
Walau hidup di hutan belantara Amazon yang gelap dan kejam, tetapi mereka bisa tetap hidup secara bersama-sama dan berdampingan.
Tidak ada kemarahan bahkan perselisihan. Hukumannya berat bila mereka terlibat perselisihan. Mereka harus pergi meninggalkan keluarga dan desa tersebut. (*)
Artikel ini telah tayang di National Geographic Indonesia dengan judul “Suku Zoe, Suku Pedalaman Paling Bahagia Terisolasi dari Dunia Luar”