Grid.ID - Kasus Sri Rabitah (26), tenaga kerja wanita asal Dusun Lokok Ara, Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, yang diduga kuat sebagai korban perdagangan orang dan perdagangan organ tubuh di Qatar, Timur Tengah, empat tahun silam, seolah terkubur dan dilupakan.
Ternyata kasus Rabitah masih berlanjut.
Penyidikan telah dilakukan oleh Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB, sejak dilaporkan oleh Bupati Lombok Utara Nazmul Akhyar ke Polda NTB pada 11 April 2017 lalu.
“Kasus ini memang menyita waktu dan pikiran, namun kami ingin kasus yang menimpa TKW asal NTB, menjadi shock therapy bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” kata Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, Selasa (2/1/2018) yang dikutip Grid.ID dari Kompas.com.
(Inilah Kronologi Penangakapan Jennifer Dunn Versi Kepolisian, Sempat Memesan Dua Kali Sabu)
Bersama timnya, Pujawati mengaku mencurahkan segala kemampuan dan tenaganya membongkar kasus Rabitah, yang menurutnya melibatkan sindikat perdagangan orang hingga ke luar negeri.
Pujawati menuturkan bahwa sangat sulit memulai penyidikan atas kasus Rabitah, karena dokumen Rabitah yang sulit terlacak.
Namun adik Rabitah, Juliani, yang sama sama direkrut menjadi TKW ke Doha-Qatar, memiliki dokumen dan berkas yang lengkap.
“Kasus Rabitah adalah pintu masuk membongkar kejahatan kemanusiaan yang menyita perhatian publik di NTB sejak awal 2017 lalu, dan kita menemukan bukti yang cukup untuk menindak lanjuti kasus ini,” kata Pujawati.
Dua orang tersangka bahkan telah meringkuk di dalam sel tahanan Polda NTB.
(Ini Curhatan Tio Pakusadewo Saat Dikunjungi Keluarga dan Rekan Artis di Tahanan)
Keduanya adalah Ulf dan In, warga Dusun Batu Keruk, Desa Akar Akar, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara.
Mereka adalah calo atau perekrut Rabitah dan Juliani.
Sebelum ditangkap, Ulf sempat beberapa kali menelepon Rabitah.
Tersangka Ulf meminta Rabitah tidak mempercayai siapapun yang akan menolongnya menangani kasus tersebut.
Rabitah yang sudah merasakan pahitnya bekerja tanpa dokumen dan kejelasan, menanggapi dingin telepon calo Ulf, tetapi merekam seluruh pembicaraan Ulf.
“Saya rekam apapun yang dia katakan, ini dengar saja sendiri, dia minta saya tidak mengadukan masalah saya kepada polisi, karena nanti sayalah yang bisa ditangkap. Tapi saya tidak percaya apapun yang dia katakan,” tandas Rabitah.
Karena sering diintimidasi Ulf melalui telepon, Rabitah akhirnya memutuskan mengganti nomor kontaknya.
Kasus Rabitah dan Juliani memang sangat berliku dan sulit terbongkar.
Selain karena kasusnya terjadi 2014 silam, pihak yang terlibat sudah banyak yang tak terlacak.
Oleh karena itu, aparat melakukan 4 kali gelar perkara kasus tersebut untuk memastikan adanya tindak pidana perdagangan orang yang melibatkan dua tersangka.
Setelah pengembangan, kemungkinan tersangka bertambah setelah 20 saksi diperiksa.
Menitip nasib di tangan tekong
Sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) seperti penyakit menular yang mewabah. Korbannya bisa mencapai ribuan orang, dan selalu menyasar anak di bawah umur dan mereka yang kebingungan mencari kerja.
(12 Selebriti yang Melahirkan di Tahun 2017, Nomor 8 Melalui Proses Water Birth)
Seperti juga Rabitah dan Juliani yang masih di bawah umur terjerat iming-iming calo atau tekong yang juga adalah tetangga mereka sendiri.
Keinginan lari dari kemiskinan seolah menjadi pilihan terakhir menitipkan nasib ke negeri orang lewat tangan tekong.
Rabitah dan Juliani, kata Pujiwati, adalah jalan untuk membongkar sindikat perdagangan orang di NTB.
Ia mengaku sulit menjerat calo TKI karena selalu bisa lepas dari jerat hukum karena bukti yang kurang atau korban yang enggan melapor dan tak mau memberi kesaksian.
“Mereka tereksploitasi dan tak menyadari bahwa itu bahaya besar untuk mereka, maka kerja aparat dan pemerintah akan berat,” kata Puja.
(Berdedikasi Hingga Akhir, Seorang Guru Mendonasikan Organ Tubuhnya Sesaat Sebelum Meninggal)
Pujawati mengatakan, pihaknya menjerat kedua tersangka denga Pasal 10 dan Pasal 11 junto pasal 6 Undang-undang Nomor 21/2007 tentang TPPO, dengan ancaman hukuman minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.
Jerat pasal itu didasari oleh kejahatan tersangka dalam perekrutan, modus TPPO dan eksploitàsi.
Tersangka juga membantu proses pemalsuan dokumen.
Misalnya tahun kelahiran Rabitah yang sebenarnya tahun 1992 diubah menjadi 1985.
Adik kandung Rabitah, Juliani dipalsukan juga tahun kelahirannya, yang semula 2005 menjadi tahun 1988, dengan alamat palsu.
Tim penyidik juga menelusuri Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PPTKI) Swasta Falah Rima Hudaity Bersaudara di Jakarta.
Dari sanalah sejumlah saksi bisa dimintai keterangannya.
Ketua tim pendamping Sri Rabitah, Muhammad Shaleh, yang juga koordinator Pusat Bantuan Hukum Buruh Migran (PBHBM) wilayah NTB, mengapresiasi tindakan aparat kepolisian yang melanjutkan kasus Rabitah hingga telah sampai ke penyerahan berkas penyidikan ke Kejaksaan Tinggi NTB.
Shaleh juga mendesak polisi bukan hanya menangkap calo Ulf dan in, tetapi juga otak dari sindikat perdagangan orang.
“Mulai dari tekongnya atau perekrutnya hingga pihak yang terlibat dalam pembuatan dan pemalsuan dokumen, PPTKIS dan oknum aparat pemerintah, atau siapapun yang terlibat dalam tesindikat TTPO," kata Shaleh.
Shaleh masih berharap aparat tetap konsisten menangani kasus Rabitah yang bagi tim pendamping masih banyak mengandung kejanggalan.
“Kami masih yakin bahwa proses operasi Rabitah di Qatar tidak sesuai prosedur, dan harus dicari tahu kebenarannya, dengan cara menelusuri jejak keberadaan Rabitah di sana," tandasnya.
Shaleh juga masih yakin bahwa dalam tubuh Rabitah masih ada masalah, meskipun operasi dan perawatan terakhir di Rumah Sakit Sanglah Bali tidak ada kejelasan.
Bahkan hasil rekam medis hingga saat ini belum diberikan petugas Rumah Sakit Umum Daerah Sanglah Bali setelah Rabitah menjalani operasi.
Sementara itu, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (TPUL) Kejaksaan Tinggi NTB, Ginung Pratidina SH mengatakan, kasus TTPO Rabitah adalah kasus pertama yang ditangani Kejati NTB.
“Semua kasua kita atensi, termasuk kasus Rabitah, ini kasus pertama TTPO dengan modus pemalsuan dokumen," kata Ginung
Kasus ini berawal dari pengakuan Rabitah setelah diperiksa di RSUP NTB pada Februari 2017.
Di rumah saki itu, Rabitah ditanya apakah pernah menjual ginjalnya.
Rabitah pun kaget, lalu menceritakannya kepada keluarga dan pemerintah.
Bahkan kasus hilangnya ginjal ini menjadi catatan Bakesbanglinmas Lombok Utara.
Belum sempat dioperasi, kabar soal Rabitah kehilangan satu ginjalnya menyebar dan menarik perhatian publik, mengingat kasus serupa pernah terjadi namun korban telah meninggal terlebih dahulu sebelum membuktikan lewat pemeriksaan.
Anehnya, RSUP NTB justru membantah menyatakan satu ginjal rabitah hilang, dan membuktikannya secara resmi.
PBHBM NTB terus mendampingi Rabitah di saat saat sulit ketika Rabitah dituduh melakukan kebohongan publik. Bahkan ia didesak untuk mengakui kesalahannya.
Rabitah berjuang mencari kebenaran. Dia ingin bukti benda apa yang berada di tubuhnya selain selang yang tertanam selama 3 tahun dan telah dioperasi di Rumah Sakit Biomedika.
Pendamping Rabitah hingga kini masih yakin bahwa satu ginjal kanan yang rusak bukan milik Rabitah.
(Miris, Beredar Foto Pria Tua Menjajakkan Ginjalnya di Malang, Sampai Diretweet Ribuan Orang)
Rabitah bahkan pernah menuturkan pada Kompas.com saat berada di Rumah Aman Paramita milik Kementerian Sosial di Mataram, bahwa dia sangat yakin pernah menjalani operasi di Rumah Sakit Qatar pada 14 Agustus 2014.
“Saya masih ingat saya dimasukkan dalam ruangan yang di atasnya banyak lampu-lampu. Saya tanya pada majikan saya waktu itu, saya mau diapain. Kata mereka penyakit saya mau diangkat, tiba-tiba saya tidak sadarkan diri,” kata Rabitah.
Rabitah tiba-tiba menurunkan sarungnya dan menunjukkan pinggang bagian kanannya.
“Saya masih ingat ada bekas jahitan di sini waktu itu. Saya sempat pegang, tapi saya dimasukkan dalam tabung, tak tahu apa itu. Tiba tiba jahitan saya sudah tidak ada, saya tak pernah berbohong, sekarang kenapa mereka semua tak percaya saya,” kata Rabitah sedih. (*)
Artikel ini juga tayang di Kompas.com dengan judul Perjuangan TKW Rabitah Cari Keadilan setelah Ginjalnya Dicuri di Qatar