Find Us On Social Media :

7 Fakta dan Kejadian Menarik Sidang Sengketa Pilpres di MK dari Rabu Malam hingga Kamis Subuh

By Asri Sulistyowati, Kamis, 20 Juni 2019 | 21:29 WIB

Para saksi dari pihak pemohon di Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019) yang beragendakan mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pihak pemohon.

Laporan Wartawan Grid.ID, Asri Sulistyowati

Grid.ID - Sidang sengketa hasil Pilpres 2019 yang dilayangkan pihak Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK), kini tengah menjadi perhatian publik.

Sidang ketiga yang beragendakan pemeriksaan saksi dari pihak pemohon digelar pada Rabu (19/6/2019) berlangsung hingga Kamis (20/6/2019) dini hari.

Pihak Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadirkan 14 saksi fakta dan 2 saksi ahli dalam sidang tersebut.

Baca Juga: Pernah Jadi Dosen Pembimbing Dian Sastro, Rocky Gerung Ogah Beri Nilai Usai Sidang Skripsi

Dilansir Grid.ID dari Kompas.com dan Tribunnews.com, ada 7 fakta dan kejadian menarik selama sidang berlansung:

1. Penolakan Haris Azhar

Keterangan AKP Sulman Aziz yang disampaikan kepada aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar masuk dalam dalil permohonan tim hukum pasangan Prabowo-Sandi atas tuduhan terjadinya pelanggaran netralitas Polri pada penyelenggaraan Pemilu 2019.

Haris tidak mau menjadi saksi yang diajukan tim hukum Prabowo-Sandiaga dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 dan menyampaikan surat kepada Majelis Hakim MK tertanggal 19 Juni 2019.

Meskipun menolak menjadi saksi, Haris mengaku pernah memberikan bantuan hukum kepada AKP Sulman Aziz terkait dugaan perintah Kapolres Garut melakukan penggalangan dukungan bagi pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Baca Juga: Ngefans Berat, Jessica Mila Akhirnya Kesampaian Main Film Bareng Reza Rahadian

Dikabarkan, AKP Sulman Aziz memberikan data pemetaan wilayah dan nama anggota polisi yang diarahkan dalam aksi penggalangan dukungan bagi calon petahana.

Akan tetapi, hal tersebut dilakukan Haris berdasarkan profesinya sebagai advokat.

Menurut Haris, apa yang dilakukannya berdasarkan pada hasil kerja advokasi, kecocokan fakta atas dugaan yang terjadi, serta nilai profesionalitas dan netralitas Polri.

Haris menegaskan, dia tetap menjadi bagian dari masyarakat sipil yang menuntut akuntabilitas pemerintah dalam penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM di masa lalu.

Baca Juga: Terobsesi Jadi Barbie Hingga Jalani 15 Kali Operasi Plastik dalam Setahun, Wanita ini Justru Dijuluki 'Daffy Duck'!

2. Opini Publik

Persidangan yang melewati tengah malam ini membuat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman meminta tak ada opini negatif dan menjadi informasi tak benar.

"Jangan sampai dijadikan opini publik, sidang MK dipaksakan sampai tengah malam, saat sunyi senyap, ketika masyarakat sedang tidur," kata Arief.

Seperti diketahui, rekapitulasi hasil pemungutan suara, baik di tempat pemungutan suara, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, maupun ketika rekapitulasi nasional, dilakukan hingga tengah malam.

Baca Juga: Berpenampilan Nyentrik dengan Kenakan Kacamata Hitam Saat Sidang Sengketa Pilpres 2019 Berlangsung, Salah Satu Saksi Prabowo-Sandi Jadi Sorotan Hakim MK

3. Dana Desa

Saksi tim hukum pasangan Prabowo-Sandiaga, Fakhrida Arianty, mengaku mendapatkan arahan guna mengampanyekan dana desa yang diklaim menjadi salah satu keberhasilan pemerintahan Jokowi.

Fakhrida berprofesi sebagai tenaga ahli pemberdayaan masyarakat di Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Ia menyampaikan, arahan kampanye berasal dari grup WhatsApp yang beranggotakan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa P3MD Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Meskipun begitu, Fakhrida mengaku tak ada ajakan untuk memilih pasangan calon tertentu.

Baca Juga: Kedekatan Bastian Steel dengan Shafa Aliya yang Dulu Pernah Berseteru dengan Jennifer Dunn!

4. Kejanggalan Amplop yang Dibawa Saksi

KPU menemukan kejanggalan pada bukti amplop yang ditunjukkan saksi tim Prabowo-Sandiaga, Beti Kristiana.

Beti menunjukkan sejumlah amplop surat suara yang digunakan pada Pemilu 2019 di mana amplop dianggap pembungkus formulir C1.

Menurut Beti, amplop ditemukan dalam jumlah banyak di kecamatan Juwangi, Boyolali, Jawa Tengah.

Beti melakukan pengumpulan amplop karena dianggap sebagai dokumen penting dan membawanya ke Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi di Boyolali.

Baca Juga: Warna Lidah Bisa Tunjukkan Kesehatan Kita, Lidah Ungu Bisa Tunjukkan Gejala dari Penyakit Mematikan ini!

Setelah amplop dibawa ke meja hakim, kemudian dipanggil masing-masing perwakilan pemohon dan termohon terkait untuk maju ke melihat amplop tersebut.

Hakim meminta KPU sebagai pihak termohon membawa bukti pembanding dalam persidangan berikutnya.

Setelah diperiksa, komisioner KPU, Ali Nurdin, menemukan keanehan pada amplop di mana terdapat kesamaan bentuk tulisan di bagian luar amplop.

Padahal, amplop yang ditemukan berasal dari TPS yang berbeda.

Baca Juga: Berusia 4.000 Tahun, Kota Kuno yang Hilang Berhasil Ditemukan, Gerbang Menuju Kekaisaran Mesopotamia

5. Materi Pelatihan

Saksi dari caleg Partai Bulan Bintang (PBB), Hairul Anas Suadi, mengaku pernah ikut serta dalam training for trainer atau pelatihan yang diadakan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf.

Pelatihan tersebut diberikan kepada saksi dan calon pelatih saksi dalam pemungutan suara.

Anas mengaku salah satu pemateri dalam pelatihan adalah Wakil Ketua TKN Moeldoko.

Dalam materi yang disebutkan Moeldoko, lanjut Anas, terdapat istilah kecurangan bagian dari demokrasi.

Saat ditanya hakim terkait istilah itu merupakan ajaran berlaku curang, saksi mengaku tak diajari untuk berperilaku curang ketika pelatihan tersebut.

Menurut Anas, seolah-olah istilah itu menegaskan bahwa kecurangan merupakan sesuatu yang wajar dalam demokrasi.

Baca Juga: Di Awal Kariernya, Ringgo Agus Rahman Ungkap Pernah Numpang Berbulan-bulan di Rumah Christian Sugiono

6. Saksi Berpenampilan Nyentrik

Saldi Isra mengkritik saksi Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Kabupaten Batubara, Rahmadsyah, yang mengenakan kacamata hitam saat berada di ruang sidang pada Rabu (19/6/2019) malam.

Kejadian ini berawal saat Hakim Saldi Isra menanyakan kepada Rahmadsyah yang mengaku memiliki video tentang oknum anggota polisi yang mengarahkan masyarakat untuk memilih paslon 01 pada Pilpres 2019.

Saat Rahmadsyah berbincang dengan salah satu kuasa hukum paslon 02, Nasrullah, terkait dengan video tersebut, tiba-tiba Saldi memotong dan menyinggung kacamata hitam yang dikenakan sejak bersaksi di persidangan.

"Tunggu Pak, saya belum selesai. Pak Nasrullah ini sabar banget, tapi begitu saya bertanya tiba-tiba dipotong langsung."

Baca Juga: Sering Ditanam di Dalam Rumah, Siapa Sangaka Bunga Bahagia ini Justru Berbahaya dan Menelan Korban!

"Padahal saya punya waktu juga untuk memuji kacamata hitam, ini kan luar biasa juga ini," kata Saldi sambil tersenyum.

"Saksi Rahmadsyah, saya puji dulu, malam-malam begini masih pakai kacamata hitam," imbuhnya.

Perkataan Saldi tersebut sempat memecah suasana persidangan yang melelahkan, yang berlangsung dari pagi hingga menjelang tengah malam.

Saat persidangan berlanjut, salah satu hakim menegur Rahmad yang tetap menggunakan kacamata hitam.

"Itu kacamata karena sakit atau kacamata hiasan? Kalau untuk hiasan, dilepas," kata salah satu hakim.

Rahmad kemudian melepas kacamata hitamnya.

Baca Juga: Nikita Mirzani Perjuangkan Status Pernikahannya demi Akte Kelahiran Anak, Kuasa Hukum Dipo Latief: Anak di Luar Nikah Juga Bisa Punya Surat

7. Salah Satu Saksi Pakai Istilah Baginda untuk Menyapa Hakim

Saat Hairul Anas Suadi mendapat giliran bersaksi, ia beberapa kalisalah menyapa hakim dengan sebutan baginda.

Anas pun meralat dengan menyebut yang mulia.

"Maaf baginda, eh maksudnya yang mulia," kata Anas.

Kebiasaan Anas yang menggunakan istilah baginda tersebut sempat membuat salah satu Hakim MK, I Dewa Gede Palguna, menjadi sungkan.

Palguna mengingatkan agar Anas tak lagi menyebut hakim dengan istilah baginda.

"Jangan baginda lah, nanti saya dikira raja lagi," kata Palguna sambil tertawa.

(*)