Laporan Wartawan Grid.ID, Dewi Lusmawati
Grid.ID – Sebuah drum plastik yang mengapung di lautan telah menggemparkan kepolisian Filipina.
Pasalnya, dalam drum tersebut berisi narkoba jenis kokain dengan nilai yang luar biasa fantastis.
Dilansir Grid.ID dari The Star, kokain senilai 125 juta peso (33,5 milyar rupiah) telah ditemukan terapung di sebuah pantai di Filipina timur.
Seorang nelayan lokal di Kota Matnog, Filipina menemukan drum tersebut pada hari Rabu, (3/1/2018).
Nelayan tersebut lalu melaporkan penemuannya ke pihak berwenang.
(BACA : Tak Waras, Orang Tua Sewakan Anaknya ke Sindikat Kriminal Untuk Mencuri)
Awalnya nelayan tersebut tidak mengetahui apa yang ada di dalam drum itiu, kata Christian Frivaldo, seorang direktur regional Drug Enforcement Agency Filipina.
Di dalam drum, agen anti-narkoba menemukan sekitar 24 kg kokain batangan sebesar batu bata yang terbungkus plastik.
Christian Frivaldo memperkirakan nilai kokain tersebut sekitar 125 juta peso (33,5 milyar rupiah).
Kokain tersebut diduga berasal dari sekitar 403 km tenggara Ibukota Manila.
Drum yang memuat kokain itu diduga merupakan bagian dari kapal kargo berbendera Taiwan yang terkena gelombang besar di bagian timur Filipina.
Sembilan awak kapal berkewarganegaraan Tiongkok, Hong Kong dan Taiwan berada di bawah pengawasan pemerintah daerah.
(BACA : Ngeri, Bukan Sembarang Ikan, Tuna Seharga Mobil BMW Ini Dibeli Seorang Penjual Sushi!)
Hal ini terjadi setelah mereka diselamatkan dari kapal mereka yang rusak, akibat gelombang tinggi, ujar Christian.
"Mereka sedang diselidiki, kami memeriksa kapal mereka (untuk melihat) jika ada bukti tambahan di dalamnya, tapi hal ini sulit karena kapal mereka setengah karam," ungkap Christian Frivaldo.
Penyitaan tersebut terjadi saat Presiden Filipina Rodrigo Duterte melakukan perang berdarah terhadap obat-obatan terlarang.
Usaha tegas Presiden Rodrigo ini telah menyebabkan hampir 4.000 orang yang diduga sebagai pengedar narkoba dibunuh oleh polisi.
Sementara ribuan orang lainnya telah dibunuh dalam keadaan misterius.
Hal ini telah menyebabkan beberapa kelompok hak asasi manusia memperingatkan presiden agar dapat mengatur kejahatan terhadap kemanusiaan.(*)