Banyak kru kapal-kapal ikan semacam ini menjalani kerja paksa, dipenjarakan di dalam kapal, ribuan kilometer dari kampung halaman mereka.
Selain itu, belum lagi dampak lingkungannya.
"Penangkapan ilegal ikan adalah salah satu ancaman bagi perikanan berkelanjutan," papar Matthew Camilleri, kepala bagian perikanan di Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).
"Peralatan penangkap ikan yang mereka gunakan amat merusak ekosistem yang rapuh seperti terumbu karang. Inilah mengapa komunitas internasional berusaha keras memerangi masalah ini," kata Camilleri.
Andrey Dolgov, awalnya bukan kapal penangkap ikan ilegal.
Dibangun pada 1985, kapal sepanjang 54 meter itu dibangun di galangan kapal Kananashi Zosen di Jepang, sebagai kapal penangkap tuna.
Usai dibangun, kapal ini berlayar dengan nama Shinsei Maru No 2. Kapal berbobot 570 ton itu selama bertahun-tahun beroperasi secara legal di bawah bendera Jepang di Samudera Hindia dan Pasifik.
Kapal itu dulunya bekerja untuk perusahaan makanan laut Jepang, Maruha Nichiro Corporation.
Setelah 1995, kapal ini beberapa kali berpindah kepemilikan sebelum akhirnya berlayar dengan bendera Filipina dengan nama Sun Tai 2 hingga 2008 sebelum bergabung dengan armada pencari ikan Korea Selatan.
Selanjutanya selama satu tahun kapal ini beralih kepemilikan empat kali termasuk di tangan Park Boo-in dan STD Fisheries Corporation.