Laporan Wartawan Grid.ID, Asri Sulistyowati
Grid.ID - Di awal tahun ajaran, pada umunya sekolah ramai dengan kehadiran siswa baru.
Namun, fenomena ini tak terjadi di salah satu SMP swasta di daerah Bekasi Selatan.
Di hari pertama sekolah kemarin, suasana sepi terlihat di SMP Swasta yang terletak di Perumnas 1, Kelurahan Kayuringin Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi.
Baca Juga: Tersangka yang Aniaya Siswa Taruna di Palembang Ternyata Baru Seminggu Bekerja di Sekolah
Informasi yang dihimpun Grid.ID dari Kompas.com dan TribunJakarta.com, di sekolah tersebut hanya memiliki dua siswa baru.
Dari hasil pantauan, terlihat hanya satu pegawai berkaus oblong berada di halaman sekolah tiga tingkat itu pada Senin (15/7/2019) sekitar pukul 09.00 WIB
Yang terdengar hanyalah lantunan mengentak mars kebanggaan sekolah yang berasal dari salah satu kelas di lantai dasar.
"Seperti yang bisa dilihat sendirilah, ya begini sepi. Siswanya sedikit," ujar Wakil Kepala SMP tersebut.
Wakil Kepala Sekolah SMP tersebut mewanti-wanti agar nama SMP swasta yang sudah berdiri sejak 1983 itu tak dicantumkan, baik dalam tulisan maupun visual.
SMP swasta ini baru saja menorehkan catatan terendah jumlah siswa yang diterima dalam satu tahun ajaran.
"Dua orang. Memang sudah berapa tahun ini sepi," tuturnya.
Wakil Kepala SMP itu menjelaskan, SMP ini merupakan sekolah umum, bukan sekolah agama dan bukan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, yang sesuai dengan kurikulum yang ada.
Tahun lalu, jumlah siswa yang mendaftar di sekolah juga tidak banyak, masih satu digit, yaitu lima siswa saja.
Dia pun menjelaskan soal entakan mars sekolah yang berasal dari dalam kelas.
"MPLS (masa pengenalan lingkungan sekolah) buat siswa baru saya gabungin (dengan kakak kelas). Biar ramai," jelasnya.
Wakil Kepala Sekolah mengaku hanya bisa menurut dan menjalaninya sepenuh hati segala keputusan yayasan.
Pihaknya akan tetap memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik meski jumlah murid hanya sedikit.
"Kami mencoba memberikan yang terbaik saja. Berapa pun yang masuk, kami antarkan dia sampai selesai," ucap Wakil Kepala Sekolah.
"Batas penerimaan siswa nanti dibatasi, di-cut-off, kapannya dari negara. Kalau bisa juga kita enggak akan tutup penerimaan," imbuhnya.
Biaya operasionalnya pun lebih besar pasak daripada tiang.
Di luar honor guru saja, gedung sekolah tiga lantai itu butuh perawatan.
Wakasek akhirnya memutuskan, kegiatan belajar di sekolahnya memakai sistem moving class agar ruangan-ruangan kelas yang tak terpakai bisa digunakan dan tetap terawat.
Hanya, untuk menghemat biaya operasional, pendingin ruangan tak lagi digunakan.
"Tadinya ada 12 kelas, sekarang tinggal 3, kami siasati moving class saja. Kami buat ruang musik, termasuk ruang (belajar) agama."
"Ruangan enggak dipakai kan rusak. Meja dan kursi lapuk, pasti. Peralatan elektronik, keyboard, organ, seperti angklung-angklung juga. Angklung enggak pernah dipakai kan lembab, lembab suaranya berubah," ungkap Wakil Kepala Sekolah.
Kerusakan memang sudah terlihat di sekolah tiga lantai, dimana langit-langit lantai tiganya lepas, lantainya menguning, akses menuju aula dikunci karena tak signifikan lagi fungsinya.
Di sisi lain sekolah, kolam beton yang baru separuh jadi tak dilanjutkan pembangunannya.
Wakil Kepala Sekolah menyebut, sumber pendanaan operasional sekolah praktis tinggal mengandalkan dana yayasan yang diperoleh dari hasil subsidi silang dengan SMP-SMP swasta naungan yayasan yang masih banyak peminat di Jakarta.
Tanpa itu, keuangan sekolah tersebut mengalami defisit.
"Listrik bagaimana? Telepon gimana? PBB juga gimana? Belum sampah, gaji guru. Defisit."
"Yayasan minta laporan keuangan, ya saya kasih saja tagihan listriknya langsung. Mau ngelaporin apa lagi?" paparnya.
Tanpa ingin menyalahkan siapa-siapa, dia hanya ingin bertahan sebisanya di sekolah yang entah berapa lama akan bertahan itu.
"Saya tidak mau menyalahkan siapa punlah, lihat sendiri saja. Kami mencoba memberikan yang terbaik saja," tuturnya.
Kondisi ini tak hanya berdampak pada biaya operasional, tetapi juga pada nasib guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut.
"Tadinya ada sembilan, jadi tinggal enam, guru-guru itu mencari jam mengajar, misal guru PKN, dia ngajar cuma enam jam, satu jam dibayar Rp 17.500 kalau sebulan berarti cuma dapet Rp 120.000," papar nya.
Wakil kepala sekolah yang sekaligus merangkap sebagai guru matematika dan IPA ini mengaku tidak dapat berbuat banyak.
Baca Juga: Demi Ganti Waktu yang Hilang Selama Hamil Kedua, Sarwendah Rela Antarkan Thalia Sekolah Naik Sepeda
Guru yang masih bertahan rata-rata dia mengajar disekolah lain agar bisa menutupi kebutuhan hidup.
"Iya harus (ngajar disekolah lain) enggak bisa cuma mengandalkan di sini, kalau saya nyawa saya sudah disini, sudah mendarah daging," kata Wakil Kepala Sekolah.
Sedikitnya siswa kadang membuat guru-guru kerap kurang bergairah ketika mengajar.
Namun biar bagaimanapun, tanggung jawab sekolah untuk mendidik tetap dipengang teguh meski jumlah siswa keseluruhan hanya 19 orang kelas 7 hingga kelas 9.
Baca Juga: Demi Ganti Waktu yang Hilang Selama Hamil Kedua, Sarwendah Rela Antarkan Thalia Sekolah Naik Sepeda
Sementara itu, MG, salah satu siswa baru SMP swasta tersebut, tak tampak risih dengan keadaan sekolahnya.
Dia tampak senang di hari pertamanya mengenakan celana biru tua.
Dia mulai berbaur menikmati jam istirahat dengan beberapa kakak kelasnya yang baru saja ia kenal saat menyanyikan mars sekolah di dalam kelas pagi tadi.
Baca Juga: Tak Mampu Belikan Anak Tas Sekolah, Seorang Ayah Buat Sendiri dari Tali Rafia
Kakek MG merupakan warga lokal yang juga tinggal di sekitar sekolah, ia mengaku mantap menyekolahkan cucunya di SMP swasta ini karena mengenal reputasinya.
"Dari tetangga juga tahunya bagus ini sekolahnya. Masyarakat bilang bagus, aman. Dia kan anaknya ada kelebihan, menurut saya aman," kata WH, kakek MG, saat menanti cucunya pulang.
WH pun mengaku tak ambil pusing dengan sedikitnya jumlah teman MG di sini dan hal tersebut menjadi salah satu bonus.
"Enggak masalah. Kalau disekolahin di tempat yang ramai terus diapa-apain sama teman-teman bagaimana?" paparnya.
Baca Juga: Pernah Larikan Uang Sekolah, Tangis Galih Ginanjar Pecah Saat Ditanya Usia Anaknya
Dahulu SMP swata tersebut sempat mengalami masa-masa kejayaan.
Namun banyaknya sekolah di lingkungan sekitar serta kehadiran SMP Negeri baru membuat sekolah ini paceklik murid.
Wakil Kepala SMP ini mengatakan minat orangtua sebenarnya cukup tinggi saat mendaftarkan anaknya ke sekolah ini.
Baca Juga: Supir Mengantuk, Dua Gadis Sekolah Tersungkur dari Kursi Penumpang!
"Tanya informasi banyak ke sini. Intinya ya calon siswa masih menunggu PPDB, tapi PPDB kan enggak selesai-selesai," ungkapnya merujuk dua kali tahapan PPDB Kota Bekasi yang digelar masing-masing sepekan selama awal Juli.
Dari sekian peminat, faktanya, hanya ada dua orangtua yang sedari awal sudah mantap menyekolahkan putranya di sini.
(*)