Grid.ID - Belum lama ini viral sebuah video beberapa anak dengan lingkaran hitam di area matanya.
Usul punya usul, video yang beredar tersebut sengaja dibuat orangtuanya dengan alasan untuk membuat sang anak jera supaya tidak bermain Hp atau ponsel.
"Ini adalah perbuatan ibunya yang make up pas lagi tidur lalu pas bangun anak tanya kenapa mata hitam. Ibu jawab, karena terlalu banyak main HP. Anak nangis terisak-isak menyesal. Hahaha boleh coba mak emak," demikian bunyi salah satu caption pada foto yang beredar.
Lalu, benarkah cara yang dilakukan orangtua tersebut?
Seto Mulyadi, salah satu pemerhati anak yang sudah tak asing lagi ditelinga memberikan penjelasan mengenai hal tersebut.
Seto Mulyadi mengungkpakan rupanya hukuman yang diberikan tersebut tindakan yang tidak benar.
"Untuk parenting (cara pengasuhan) seperti itu, saya kira tidak bisa dibenarkan sama sekali. Ini bisa juga semacam pendidikan yang salah atau bisa juga kekerasan terhadap anak," ujar Seto seperti yang dilansir dari Kompas.com.
Baca Juga: Barbie Kumalasari Merasa Dijebak Pertanyaan Pablo Benua Saat Pembuatan Vlog
Seto mengatakan, cara memberi lingkaran pada kedua mata agar si anak menjadi jera, termasuk perundungan.
"Iya, itu kan mempermalukan anak, mem-bully anak juga. Nah, ini bagian dari kekerasan terhadap anak," ujar Seto.
Menurut dia, cara mendidik anak dengan memberikan efek jera seperti menakut-nakuti dengan lingkaran hitam di mata adalah kekeliruan.
Alternatif permainan
Seto mengatakan, ponsel tetap akan memberikan manfaat pada anak, dengan aturan penggunaan yang ketat.
Untuk membuat anak tak terlalu fokus pada ponsel, ia menyarakan agar memberikan pengalaman bermain yang mengasyikkan, misalnya permainan di alam bebas.
"Anak diajak bermain gembira bersama orangtuanya dengan cara-cara yang lebih bebas, di alam bebas," ujar Seto.
Adapun pendekatan dengan mengenalkan kegiatan di alam bebas bertujuan agar si anak menyadari bahwa ada kegiatan yang menyenangkan selain bermain ponsel.
Selain itu, Seto juga menyarankan agar permainan-permainan tradisional kembali dipopulerkan sehingga anak ada pilihan lain untuk bermain.
(*)