Laporan Wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai
Grid.ID - 11 hari menjelang Februari 2018, Amerika Serikat (AS) resmi dilanda guncangan dahsyat.
Rentetan teror macam tragedi pilu 9/11, rencana pengeboman di New York Times Square dan ransel berisi bom di sekitar rute parade Martin Luther King Day, hingga yang terakhir, pengeboman maraton Boston, segera menghantui benak masyarakat global.
Masalahnya, teror sesungguhnya bukan seperti narasi ketakutan yang selama ini coba dibangun.
Ancaman nyata yang kini sungguhan terjadi, Pemerintah AS pada hari sabtu (20/1/2018) resmi 'tutup toko'.
(Baca juga: Hari Ini Pemerintahan AS Resmi Tutup, Benarkah Seperti Ramalan Baba Vanga?)
"Tombol mati Amerika Serikat sudah dipencet."
Shutdown terjadi setelah Pemerintah dan Kongres AS tidak mufakat ketika berdiskusi terkait anggaran untuk tahun 2018.
Layanan publik terhenti, gerak roda lembaga yang saling terhubung tentu akan mati suri.
Ini berarti rentetan persoalan baru kian bertambah.
(Baca juga: Lebih Dikenal Sebagai Diktator Asal Korea Utara, Kamu Akan Terkejut Saat Menengok Masa Lalu Kim Jong Un)
Dikutip wartawan Grid.ID dari Kompas.com, setidaknya ada sejumlah kekacauan yang akan terselenggara.
Pertama, Pemerintah AS akan mengehentikan pelayanan bagi rakyat.
Kedua, pegawai negeri sipil akan dirumahkan tanpa menerima gaji.
Dikutip wartawan Grid.ID dari CNN, sebanyak 850 ribu pegawai negeri sipil terkena dampak tragedi yang sudah terjadi sebanyak 13 kali di AS.
(Baca juga: Donald Trump Umumkan 11 Berita yang Masuk Nominasi Fake News Award 2017)
Secara langsung ini berarti bahwa akan makin banyak pengangguran yang bertebran.
Sungguh, narasi memilukan ini kontras dengan janji agung Trump yang ingin Make America Great Again.
Kejadian ini tentu lebih berdampak dahsyat bagi perkembangan AS ke depan dibanding serangan teror yang dituduhkan dengan ngawur kepada Dunia Islam.
(Baca juga: Sikap Donald Trump Paling Ngeri di Awal Tahun 2018 untuk Rakyat Palestina)
Menyikapi kekacauan, Presiden AS ke-45 menuduh Partai Demokrat telah 'memainkan politik shutdown'."
Dikutip wartawan Grid.ID dari AFP, Gedung Putih melempar pernyataan, "Demokrat bertanggung jawab atas 'Schumer Shutdown,'" ungkap kepala biro Pers Gedung Putih, Sarah Sanders.
(Baca juga: Kerusakan Diri Hingga Disfungsi Ereksi, Obat Penumbuh Rambut Penyebab Tingkah 'Edan' Donald Trump?)
Schumer Shutdown merujuk pemimpin minoritas Senat AS asal Partai Demokrat, Chuck Schumer.
Sosok ini adalah senator paling getol memperjuangkan program bagi anak-anak imgiran atau yang akrab dikenal Deferred Actions for Childhood Arrival (DACA).
Sebelumnya, pada September 2017 suami Melania Trump mengumumkan penghentian DACA dengan keputusan program akan diakhiri pada Maret 2018.
Padahal dengan adanya program DACA, sekitar 700 ribu imigran anak-anak akan dilindungi di Negeri Paman Sam.
(Baca juga: Memegang Payung Hitam Besar untuk Diri Sendiri, Donald Trump Dibanjiri Sindiran Keras)
Dikutip wartawan Grid.ID dari The Hill, Gedung Putih menuduh Partai Demokrat lebih mengutamakan program ilegal ketimbang kebutuhan militer dan lain sebagainya.
Kembali dikutip dari Kompas.com, padahal Schumer berani bilang asal Pemerintah Trump dan Partai Republik meloloskan DACA, Partai Demokrat bersedia untuk mengabulkan apa pun keinginan mereka.
Dalam pertemuan 4 mata dengan Donald Trump di Gedung Putih, Schumer bahkan siap mendukung anggaran untuk pembangunan tembok pembatas dengan Meksiko.
"Namun, penawaran itu nyatanya tidak cukup meluluhkan Tuan Presiden," ungkap Schumer dikutip wartawan Grid.ID dari Business Insider.
Menyikapi Shutdown yang terjadi, Tammy Duckworth, mendamprat Donald Trump.
Kembali dikutip dari The Hill, pada hari sabtu (20/1/2018) senator perempuan asal Partai Demokrat ini melempar sejumlah pernyataan yang menyerang Presiden AS ke-45.
Dirinya bertanya, "Apakah dia bahkan tahu ada sejumlah anak buahnya yang sedang dalam bahaya saat ini, mengamati, mencari panglima tertinggi untuk menunjukkan kepemimpinan, alih-alih mencoba menipu mereka?"
"Atau seperti Pentagon yang mengatakan bahwa rencana pendanaan jangka pendek yang tampaknya ingin dia lakukan sebenarnya justru berbahaya bukan hanya bagi militer, tapi juga untuk keamanan nasional kita?"
(Baca juga: Hotel Milik Donald Trump Mendapat Serangan Memalukan, Dilempari Sejumlah Emoji Kotoran)
Duckworth melanjutkan, "Saya menghabiskan seluruh masa dewasa untuk mencari kesejahteraan, pelatihan, melengkapi pasukan untuk tanggungjawab yang saya pegang."
"Sayangnya, ini adalah sesuatu yang tampaknya tidak penting bagi Oval Office (Kantor presiden AS di sayap barat Gedung Putih) dan saya tidak akan diberi tahu tentang kebutuhan militer kita."
Duckworth adalah seorang pensiunan kolonel tentara AS.
Dia kehilangan kedua kakinya saat sebuah granat berpeluncur roket menembaki helikopter yang dipilotinya di Irak pada tahun 2004.
(Baca juga: Begini Reaksi Orang Norwegia Usai Ditawari Donald Trump Bermigrasi ke AS)
Tajam, begini seburuk-buruknya narasi yang dapat Donald Trump lakukan untuk memperparah kesengsaraan warga AS.
"Jika Anda peduli dengan militer kita, Anda akan berhenti memancing Kim Jong Un ke dalam sebuah perang yang bisa menempatkan 85 ribu tentra AS serta jutaan warga sipil yang tidak berdosa dalam bahaya."
(Baca juga: Berkicau Soal Donald Trump Mengidap Sifilis, Profesor Bakteriologi Jadi Sorotan Netizen di Twitter)
Terkait tragedi Shutdown, sejumlah instansi pemerintah mengumumkan sudah tidak beroperasi untuk sementara waktu.
Dikutip wartawan Grid.ID dari Vox, diperkirakan adegan 'AS tutup toko' akan berlangsung hingga 8 Februari 2018.
Namun tanggal ini belum dapat dipastikan akibat masih adanya tarik ulur negosiasi yang alot.(*)