Find Us On Social Media :

Ritual Kematian Distrik Aseki di Papua Nugini, Ketika Mayat-Mayat yang Diasapi Ditaruh di Ruang Terbuka

By None, Minggu, 11 Agustus 2019 | 16:00 WIB

Ritual Kematian Distrik Aseki di Papua Nugini, Ketika Mayat-Mayat yang Diasapi Ditaruh di Ruang Terbuka

Grid.ID- Bagi sebagian besar masyarakat menganggap kematian menjadi hal yang sangat sacral.

Untuk itu, banyak ritual-ritual yang dilakukan saat seseorang meninggal.

Ritual kematian di setiap daerah pun berbeda-beda tergantung keyakinan dan tradisi yang dianut oleh penduduk sekitar.

Begitu pula dengan orang-orang Anga yang tinggal di Distrik Aseki, Papua Nugini, sebuah daerah dataran tinggi di pinggiran yang jauh dari dunia modern.

Baca Juga: Remaja 18 Tahun ini Pilih Makan Serangga dan Kalajengking Untuk Menunjang Otot Tubuhnya

Kawasan itu tertutup kabut yang secara teratur dianggap sebagai petanda roh-roh, mereka adalah pewarus salah satu ritual yang disebut Aseki, atau merokok mayat leluhur.

Melansir BBC, mungkin terdengar aneh namun, memang begitulah kenyataannya, mayat-mayat aseki adalah fenomena di mana mereka telah diawetkan selama lebih dari 100 tahun.

Menurut keterangan, orang Anga mulai memurnikan kematian seseorang di wilayahnya dengan tanah untuk melestarikan jasadnya.

Tubuh jenazah yang telah diolesi dengan tanah merah dibiarkan selama berbulan-bulan untuk dihisap aromanya selama berbulan-bulan.

Baca Juga: Aksinya Memakan Kucing Hidup-Hidup Sempat Viral: ini Dampak Mengerikan yang Akan Terjadi Pada Tubuh

Praktik menghisap ini dikenal dengan istilah "roh haus" dan kemudian jenazah diangkat ke atas tebing terjal, kemudian didimpang dengan bambu.

Mayat-mayat ini dilestarikan dengan teknik tingkat tinggi, dengan ketelitian dan persiapan.

Namun, penampilan mereka mungkin akan sedikit membuat Kamu merinding, karena mereka dibiarkan di tempat terbuka.

Penampilan mayat dengan warna merah karena dilumuri tanah merah, tubuh yang kaku, serta mayat-mayat dengan pose yang diatur.

Meski demikian, tubuh yang dihisap dihormati sebagai leluhur, keyakinan mereka didasarkan pada ada perlindungan dari aroma mayat yang dihisap tersebut.

Baca Juga: Kisah Claudia Amaral, Alami Penyakit Langka yang Membuatnya Menua 7 Kali Lipat Lebih Cepat

Menurut laporan BBC total ada 14 mayat yang tersusun di perancah bambu dalam posisi seperti meringkuk, atau duduk.

Empat mayat telah hancur, menjadi tumpukan tulang dan tengkorak, sedangkan beberapa diantaranya masih dalam posisi duduk.

Namun, ada cerita berbeda yang ditawarkan oleh penduduk sekitar, Loland seorang pendeta mengatakan pengawetan mayat ini dilakukan pada sebelum Perang Dunia I.

Anga menyerang kelompok misionaris yang tiba di kampung itu, kemudian ada seseorang yang ditembak mati oleh misionaris karena membela diri.

Peristiwa itu memicu serangkaian pembunuhan dan balas dendam, hingga akhirnya misionaris menghadiahkan garam untuk membalsem mayat.

Namun praktik ini berlangsung selama satu generasi,dan selanjutnya misionaris berhasil mengubah orang Anga menjadi Kristen. Mereka menyebut, praktik Aseki terakhir pada tahun 1949. (*)

Artikel ini telah tayang di Intisari online dengan judul, “Ritual Kematian 'Mayat-mayat yang Diasapi' di Papua Nugini, Saat Mayat Leluhur Dibiarkan di Ruang Terbuka Agar 'Aroma Kematiannya' Tercium”