Barang-barang seperti itu menjadi suatu hal yang mewah bagi orang-orang Indonesia pada saat itu.
Baca Juga: Ketahui 4 Penyakit Seksual Menular Baru yang Dikhawatirkan Para Ahli
Tentu saja, pasalnya ketika masa penjajahan, rakyat Indonesia kekurangan bahan makanan dan bahan pokok lainnya.
Maka tak heran jika pribumi berusaha mendapatkan hadiah-hadiah yang digantung itu.
Upaya yang berat untuk mengambil hadiah itu lah yang kemudian dinikmati oleh Belanda.
Melihat pribumi bersusah payah mendapatkan barang yang murah bagi mereka itu adalah sebuah hiburan.
Tak jarang mereka akan tertawa saat melihatnya.
Baca Juga: Unik! Museum di Paris ini Ajak Pengunjungnya Datang Tanpa Busana
Sejarah kelam panjat pinang inilah yang menimbulkan pro dan kontra untuk menjadikannya sebagai lomba 17 Agustusan.
Masyarakat yang kontra menilai panjat pinang melukai nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia.
Mengingat ini tradisi dari Belanda yang telah menjajah Indonesia selama 3,5 abad.
Apalagi pada saat itu kesusahan pribumi dijadikan alat untuk menghibur kaum elit Belanda.
Meski begitu, masyarakat yang pro mengambil sisi positifnya.
Lomba panjat pinang mampu mengukuhkan rasa gotong royong yang merupakan salah satu hal yang melekat pada bangsa Indonesia.
Saling membantu dan pantang menyerah juga merupakan hal positif dibalik panjat pinang.
Lomba panjat pinang juga dapat meningkatkan hubungan sosial masyarakat, apalagi dilakukan dalam suasana yang menyenangkan yaitu saat perayaan 17 Agustusan. (*)
Artikel ini telah tayang di Intisari online dengan judul, “Sejarah Lomba Panjat Pinang yang Biasanya Meriahkan 17 Agustusan, Tradisi Kesenangan Belanda dari Kesusahan Pribumi”