Grid.ID - Aku baru berusia 7 tahun ketika tahu aku mengidap kanker.
Aku terlalu kecil saat itu untuk mengetahui apa maksud dari hal itu, tapi ketika melihat ayahku, Bob, yang menangis tersedu-sedu sudah cukup memberikan gambaran yang mengerikan untukku.
Ibuku, Teresa, membawaku ke dokter ketika aku sedikit demam dan batuk.
Aku merasa baik-baik saja, hanya sedikit tidak enak badan, tapi aku tetap harus di-scan.
Kemudian, ibuku mengumpulkan seluruh keluarga dan mengatakan bahwa dokter telah menemukan tumor di ujung tulang punggungku.
'Ini bisa saja menyebabkan kematian,' kata ibuku yang membuat ayahku lemas.
Hanya dalam satu malam, hidupku berubah drastis.
Ibu menyuruhku menggunakan masker supaya bakteri dan virus dari orang lain tidak membuatku makin sakit.
Komunitas di kota kecil kami di Ohio mulai melakukan kampanye.
Orang-orang Gereja terutama, mereka sangat baik dengan membuat penggalangan dana untuk membantu biaya berobatku yang akan sangat mahal kata ibuku.
Aku benci dengan semua perhatian ini, tapi ibuku sangat bahagia dengan penggalangan dana ini.
'Kau adalah bayi satu juta dollar ku,' kata ibuku, tapi aku tidak tahu maksudnya.
Ibuku adalah perawat rumahan, jadi dia yang mengurusi obat-obatanku.
Tapi semua pengobatan itu malah membuat kesehatanku memburuk, aku mulai merasa sakit kepala luar biasa, dan selalu merasa lelah.
Aku benci keadaan ini karena tidak bisa lagi mengendarai sepedaku, atau bermain dengan teman-teman.
Ketakutan terbesarku saat itu adalah harus berpisah dari keluargaku.
(BACA: Anaknya Disiksa Sampai Sakratul Maut dan Divideokan, Maria Ibu Korban Curhat Memilukan)
Di usia itu, aku tidak mengerti apa maksudnya meninggal, tapi aku tahu aku akan berpisah dengan orangtuaku dan itu sangat menakutkan.
Aku mulai memohon untuk tidur di kamar orangtuaku, tapi Ibuku menolaknya.
Anehnya, Ibuku semakin menjauhiku sementara Ayahku selalu tahu caranya menyenangkanku.
Pekerjaannya membuat Ayah jarang ada di rumah, tapi ia selalu menyempatkan waktu untuk menemaniku ke dokter.
Keanehan kembali datang, karena Ayahku selalu membatalkannya di saat-saat terakhir sehingga Ibu dan Nenekku, Mary, lah yang akhirnya mengantarkanku.
Sebelum ke dokter, mereka mengajakku makan es krim dan setelahnya aku malah mengantuk.
Ketika bangun, Ibu bilang kalau dokter telah menyuntikan obat ke tubuhku.
Suatu hari aku bangun dengan perban di bagian bawah tulang punggungku, kata Ibu perban itu dipasang oleh Beth, perawatku, untuk menutupi lubang tempat kankerku diobati.
Beth selalu datang ke rumah, tapi aku tak pernah melihatnya, hanya ada perban yang selalu menutupi tulang punggungku.
Aku mempunyai rambut pirang panjang, mahkotaku.
Tapi suatu pagi aku berteriak ketakutan karena melihat rambutku sudah hilang, aku botak.
Ibu bilang bahwa Beth telah memangkas rambutku ketika tidur, karena kemoterapi telah membuatnya rontok.
Karena malu, akhirnya aku menggunakan topi.
(BACA: Orangtua Siksa Putrinya Hingga Meninggal, Begini Pengakuan Mengejutkan Mereka Saat di Pengadilan)
Teman-teman dan guruku sampai mendonasikan masing-masing $5 (Rp 66 ribu) untuk pengobatanku.
Sebuah artikel muncul dan bantuan uang pun datang dari berbagai penjuru.
Orang-orang Gereja telah mendonasikan $7,000 (Rp 93 juta) dari penjualan kue, serta masih banyak donasi lainnya yang diberikan kepada ibuku.
Namun suatu hari aku diberikan kabar yang sangat mengejutkan, Ibu bilang aku hanya punya waktu seminggu untuk hidup.
Ke manapun kami pergi, semua orang tahu siapa kami.
Aku sangat benci hal ini, tapi tidak dengan Ibuku, ia tidak pernah meninggalkan rumah tanpa pakaian trendy, serta kuku dan rambut yang tertata rapi.
Tapi tiba-tiba Ibu, Ayah, dan Nenek ditangkap oleh polisi.
Hal ini terjadi setelah guruku menemukan sebuah kejanggalan pada diriku, rambutku tumbuh kembali dengan sempurna bukannya tumbuh seperti orang yang melewati kemoterapi.
Setelah diinterogasi, ternyata Ibu telah memalsukan penyakit kankerku dan membohongi orang-orang yang telah memberikan donasi sebesar $31,000 (Rp 412 juta).
Beberapa bulan kemudian, Ibuku dikatakan mengidap Munchausen by Proxy (penyakit jiwa di mana seorang perawat mengada-ada penyakit dari pasiennya).
Tapi setelah diteliti lebih lanjut, dugaan penyakit jiwanya itu ditolak dan ia dijatuhkan hukuman penjara 6,5 tahun.
(BACA: Teganya, Seorang Ayah Siksa Anak Sendiri Lantaran Mirip Dengan Mantan Istrinya!)
Ayah dan Nenekku juga ditahan karena tuduhan pencurian serta membahayakan nyawa anak.
Di usia 12 tahun, aku didiagnosa menderita depresi dan hampir saja mengakhiri hidupku.
3 tahun kemudian Ayahku keluar dari penjara dan ia menjelaskan bahwa ia sama sekali tidak bersalah dan tidak tahu menahu tentang kebohongan Ibuku, dan aku memercayainya.
Sekarang aku, Hannah, sudah berusia 21 tahun dan bercita-cita suatu hari nanti bisa membantu orang yang menjadi korban penyiksaan.
Suatu hari nanti, aku juga ingin punya anak dan aku tahu aku akan menjadi seorang ibu yang baik, tidak seperti monster yang mengaku-ngaku menjadi ibuku dulu. (*)