Find Us On Social Media :

Dibalik Gerhana Bulan, Ternyata Banyak Mitos Mengerikan, Mulai dari Mendatangkan Musibah hingga Mitor Wanita Hamil

By Siti Umaiya, Kamis, 1 Februari 2018 | 02:15 WIB

Mitos dunia soal gerhana bulan

Grid.ID - Gerhana bulan total terjadi di beberapa wilayah di Indonesia pada Rabu (31/1/2018) malam ini.

Ini merupakan fenomena langka karena bulan menunjukkan tiga fenomena sekaligus, yaitu supermoon, blue moon, dan gerhana bulan, yang dijuluki NASA sebagai fenomena super blue blood moon.

Fenomena alam ini pun memunculkan beragam mitos di beberapa wilayah, salah satunya di Jawa.

Budayawan asal Solo, Mufti Raharjo, menceritakan, dalam masyarakat Jawa, apabila terjadi fenomena gerhana bulan maupun matahari, masyarakat harus prihatin.

Terlebih lagi terjadinya gerhana bulan total.

(Baca Juga: Belum Lama Dikabarkan Putus, Wijaya Saputra Kekasih Agnes Monica Disebut Penyuka sesama Jenis?)

Sebab, garis titik antara bulan dan bumi yang sama-sama memiliki daya tarik gravitasi bergaris lurus dengan matahari dalam posisi tata surya.

Jadi, daerah yang terkena dampak dari gerhana bulan total tersebut harus waspada dan berhati-hati.

Fenomena itu akan mengakibatkan gelombang pasang di samudra atau laut.

"Pada saat terjadi tarik-menarik yang terlalu kuat bilamana dasar bumi yang dilalui gelombang pasang maka rentan dan tidak kuat, dasar bumi akan pecah.

Sehingga, dulu dalam primbon-primbon lama, hati-hati pas ono (kalau ada) gerhana bulan purnama. Biasanya air laut pasang," kata Mufti kepada Kompas.com di Solo, Jawa Tengah yang dikutip grid.ID dari tribunnews.com, Rabu.

(Baca Juga: 5 fakta Tentang Ayana Moon, Mantan Trinee Girl Group Korea Yang Kini Berhijrah!)

Oleh sebab itu, nenek moyang orang Jawa, kata Mufti, meminta kepada masyarakat untuk prihatin atau mengadakan tirakatan memohon kepada Tuhan untuk diberikan keselamatan apabila terjadi gerhana bulan total.

Konon, masyarakat zaman dahulu memercayai bahwa gerhana bulan total bisa menimbulkan gempa bumi dahsyat.

"Karena daya tarik bulan ini sangat kuat sekali sehingga air laut ditarik ke bulan. Kalau dasar laut tanahnya itu enggak kuat, bisa pecah. Jadi, bisa membuat gempa bumi yang besar," bebernya.

Jadi, untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, masyarakat zaman dahulu membunyikan kentongan, memukul lesung, dan salat gerhana.

Bahkan, kalau ada wanita yang hamil harus mengusap perutnya menggunakan merang padi.

(Baca Juga: Kelelahan Karena Jadwal Padat, JR NU’EST Dilarika Ke UGD!)

"Mengusap merang padi adalah sebagai simbol dan proses penyucian diri dan janin yang dikandungnya. Selain itu, untuk sebuah pengharapan agar semuanya diberikan keselamatan, terhindar dari segala hal yang tidak baik," ujar Mufti.

"Itu cara tradisional untuk berinteraksi dengan alam. Tujuan utamanya adalah agar alam ini tetap harmonis, tidak terjadi apa-apa, dan mencari keselamatan. Secara ilmiah, secara tradisi itu bisa sinkron," imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Astronomi Assalaam, AR Sugeng Riyadi, mengungkapkan, fenomena gerhana bulan total terjadi setiap tahun atau dua tahun. Pada tahun 2018, gerhana bulan terjadi sudah dua kali.

"Hanya, kalau momen gerhana bulan total plus blue dan supermoon fleksibel. Dengan aplikasi bisa dihitung dan fenomena itu (gerhana bulan total supermoon) akan terjadi kembali pada 31 Januari 2037," ungkap Sugeng.

Berita ini pernag tayang di Tribunnews.com dengan judul Mitos Gerhana Bulan, dari Gempa Dahsyat hingga Wanita Hamil Harus Usap Perutnya.