Laporan Wartawan Grid.ID, Siti Maesaroh
Grid.ID - Aksi ricuh kembali memanas antara aparat dengan warga masyarakat Adat Raja Na Opat Sigapiton di Kabupaten Toba Samosir.
Dalam aksi tersebut, bentrok antar warga dan aparat tak terelakan.
Beberapa warga bahkan ada yang pingsan dan mengalami luka-luka.
Melansir dari Tribun Medan Kamis (12/9/2019), bentrok tersebut bermula karena permasalahan sengketa lahan.
Warga desa mengaku ingin memperjuangkan lahan yang mereka yakini sebagai haknya.
Dalam peristiwa ricuh itu, kaum ibu-ibu juga ikut berdemo dan menghadang aparat yang ingin menggusur kebunnya.
"Jangan rampas lahan kami, leluhur kami sudah tumpah darah memperjuangkan ini dari Belanda," ujar seorang ibu dikutip dari Tribun Medan.
Masyarakat mengatakan bahwa persoalan lahan di desa mereka itu belum 'clean and clear'.
Baca Juga: Menyisakan Sejarah Pilu, Berikut Deretan Tragedi Kecelakaan Kapal yang Pernah Terjadi di Danau Toba
Kasus ini pecah saat lahan milik warga desa akan dibangun proyek pembangunan jalan untuk pengembangan industri pariwisata di Kawasan danau Toba.
Proyek pembukaan jalan ini menuai banyak penolakan dari masyarakat.
Mereka menganggap bahwa pembangunan itu melewati daerah perkuburan dan juga perladangan milik masyarakat.
Baca Juga: Hotman Paris Gelontorkan Dana Rp 100 Juta untuk Bantu Cari Korban KM Sinar Bangun di Danau Toba
Sebelumnya, pada Sabtu (7/9/2019), masayarakat telah bertemu dengan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, pihak BPODT dan Pemkab Tobasa.
Dalam pertemuan itu membahas perihal pembukaan jalan, dan Luhut dengan tegas akan menjamin masyarakat tidak akan dirugikan.
Namun saat BPODT bersama aparat mengirim alat berat masuk dan membuka jalan dari Nomadic Kaldera Toba Escape menuju Batu Silali masyarakat menjadi naik pitam.
Baca Juga: VIDEO : Rekaman Alat ROV yang Temukan Bangkai Kapal Sinar Bangun di Dasar Danau Toba
Kaum ibu dari masyarakat Adat Raja Na Opat Sigapiton menjadi histeris dan nekat melepas pakaiannya satu persatu dan menghalau aparat yang membawa alat berat.
Togi Butar-butar, salah satu tokoh masyarakat mengatakan masalah perundingan belum selesai dengan tuntas.
"Padahal kan saat pertemuan dengan Pak Luhut Sabtu lalu, soal pembukaan jalan ini harus dirundingkan kembali dengan kami. Kenapa langsung dipaksakan?" ucap Togi.
Baca Juga: Berkat Robot ROV, Inilah 3 Hasil Pencarian Kapal Sinar Bangun yang Tenggelam di Danau Toba
Melansir dari Tribunnews Jumat (13/11/2019), dalam insiden itu salah satu staf Kelompok Studi Pengembangan dan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Rocky Pasaribu, menjadi korban pemukulan.
"Saya dipukul dan diinjak oleh aparat saat kami berusaha menghalau masuknya eskavator ke lokasi lahan yang merupakan wilayah adat Desa Sigapiton," ucapnya.
Sementara itu, Kapolres Tobasa AKBP Agus Waluyo mengatakan bahwa pemerintah telah mengganti rugi tanaman kepada pemiliknya.
Menurutnya, warga dan kaum ibu-ibu yang menghadang tersebut bukan pemilik tanaman.
Baca Juga: VIDEO : Ternyata Seperti Ini Kondisi Dasar Danau Toba yang Direkam oleh Penyelam
"Bukan pemilik tanam tumbuh pak. Yang pemilik tanaman tumbuh sudah dibayar dan diganti rugi sesuai dengan apresial independen," ujar Waluyo.
Sekda Kabupatin Samosir, Audi Murphy Sitorus juga membantah jika lahan itu milik warga Sigapiton tetapi milik warga Dusun Pardamean Sibisa.
"Kalau yang ada tanaman sih dana sudah dibayar, jadi itu bukan penduduk setempat," sebut Audi Murphy.
(*)