Find Us On Social Media :

Dugaan Penyebab Longsor di Bandara Soetta Karena Faktor Kombinasi, Ini Kata Ahli Konstruksi

By Alfa, Selasa, 6 Februari 2018 | 16:56 WIB

Jalan menuju Bandara Soekarno-Hatta longsor dan berdampak kereta bandara berhenti beroperasi, Senin (5/2/2018). (Wartakota)

Grid.ID -  Dyanti Dyah Ayu (24), satu dari dua korban longsor underpass bandara Soekarno-Hatta meninggal duniua di RS Mayapada, Tangerang.

Korban sempat menjalani perawatan sekitar tiga juam setelah dievakuasi petugas sekitar pukul 03.00 WIB.

Peristiwa longsor di Bandara Soetta ini terjadi pada saat hujan deras mengguyur kawasan Tangerang sejak jam 15.00, Senin (5/2/2018). 

Longsornya tanah di Bandara Soetta dipicu rubuhnya dinding beton penahan tanah di sisi underpass yang di atasnya melintas kereta api bandara. 

Rubuhnya dinding beton di underpass Bandara Soekarno Hatta bisa disebut sebagai kegagalan bangunan. 

(14 Fakta Kronologi Longsor di Bandara Soetta, 1 Wanita Karyawan GMF Meninggal Dunia )

Hal ini mengutip pernyataan Menteri Pekarjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 

"Kecelakaan bisa dikategorikan kegagalan kontruksi apalabila masih dalam prosen pembangunan atau kegagalan bangunan jika bangunan itu sudah dipakai. ," ujar menteri yang dikutip Grid.ID dari KompasTV.

Lalu apa pemicu rubuhnya dindingnya yang mengakibatnya korban meninggal dunia?

Ada beberapa kemungkinan penyebab terjadinya longsornya dinding di undepass bandara Soerkarno Hatta. 

(Meski Sempat Diselamatkan, Wanita Korban Longsong di Bandara Soetta Meninggal Dunia)

Menurut Ketua Himpunan Ahli Kontruksi (HAKI), Ir. Dradjat Hoedajanto, M.Eng, Ph.D, ada beberapa kemungkinan penyebab kegagalan kontruksi, salah satunya kombinasi beberapa faktor. .

"Dilihat dari sisi kontruksi, bangunan dinding itu adalah bangunan standar sehingga pelaksanaannya sudah mampu dilakukan dengan baik. Kombinasi dari kondisi cuaca yang melampui dari standar yang direncanakan dan disepakati bisa menjadi pemicu kegagalan bangunan," ujar Dradjat Hoedajanto yang dikutip Grid.ID dari wawancara KompasTV.

Selain faktor cuaca yang melebihi dari yang direncanakan, ada faktor lain seperti pelaksanaannya yang  tidak sepenuhnya sempurna entah karena sumber daya manusianya atau karena waktu yang terburu-buru.

"Tapi biasanya kegagalan itu karena kombinasi beberapa hal sehingga harus dicek data dan prosedur yang seharusnya dilakukan," kata Dradjat Hoedajanto.

(VIDEO : Longsor di Jalan Ciawi, Bogor Membuat Pohon Menghadang Para Pengendara)

Menurut Dradjat Hoedajanto, dinding yang rubuh tadi terjadi karena adanya dorongan atau tekanan dari dalam tanah dan air yang terkandung di dalamnya. 

Besarnya tekanan dari tanah dan air melebihi dari daya tahan atau kekuatan dinding turap. 

Seharusnya, tanah jangan melampui tingginya dinding sehingga dinding bisa menahan beban dorongan. 

"Kemungkinan, sekali lagi, karena adanya hujan besar sehingga air yang bertanbah tadi melampui batas yang diperhitungkan oleh perencana. Seharusnya ada angka aman sehingga pada kondisi ini kejadian seperti ini tidak perlu terjadi," ujarnya. 

(Pengakuan Sopir Pribadi Pengacara Hotman Paris Hutapea, Ungkap Rahasia Perlakuan Majikannya )

Kejadian ini bisa sebenarnya bisa dihindari tetapi tetap saja terjadi sehingga perlu diteliti lebih lanjut. 

Dradjat Hoedajanto juga mengatakan bahwa pada saat konstruksi, Check and re check harus dikerjakan pada semua sektor mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan terutama pada saat perawatan.

"Salah satu pekerjaan perawatan adalah pada bagian saluran dinding. Biasanya pada dinding adanya saluran berupa lubang-lubang yang menyalurkan air yang meresap di dalam tanah sehingga lubang-lubang itu tidak boleh terhalang. Jika terhalang air tidak keluar  dan membuat tekanan air dan tanah akan bertambah. Tekanan ini akan mendorong dinding penahan," tutup Dradjat Hoedajanto dalam wawancaranya dengan KompasTV.

(7 Fakta Zumi Zola, Mulai Dari Foto Syur Dengan Wanita Istri Orang Hingga Batalkan Menikah

Dradjat Hoedajanto dikenal sebagai Pakar Struktur Institut Teknologi Bandung (ITB).

Saat ini Doktor lulusan University of Illinois, USA ini aktif sebagai anggota Structural Engineering Research Group, salah satu kelompok penelitian yang terbesar di ITB.

Sebelum mendapat gelar Doktor, Drajat menyelesaikan pendidikan Sarjana di ITB dan memperoleh gelar Master dari Asian Institute of Technology (AIT), Thailand.

Keahlian dan perhatiannya yang besar dalam bidang struktur dan konstruksi mengantarkan Drajat menjadi Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) yang didirikan pada tanggal 2 Oktober 1971 oleh 36 insinyur di bidang ketekniksipilan.

Di samping perannya sebagai Ketua HAKI, Drajat juga aktif menjadi dosen Struktur Beton dan Rekayasa Struktur di ITB.

Berbagai ide dan pengetahuannya juga dituangkan dalam buku dan jurnal, diantaranya jurnal berjudul Earthquaqe-Resistant Design of Tall Buildings with Basement and Deep Foundation on Soft Soil, Experimental Study on the Performances of Habel Floor and Wall Panels, dan Professionalism as the Basic for Correct and Proper Construction Practice. (*)

(VIDEO : Suasana Lokasi Longsor di Ciawi, Bogor Menuju Sukabumi)