Find Us On Social Media :

Dituduh Bandar Narkoba, Korban Salah Tangkap Oknum Polisi Ungkap Kronologi Penangkapan

By Alfa Pratama, Kamis, 8 Februari 2018 | 22:52 WIB

Kasiruddin Zendrato, korban salah tangkap oknum polisi

Grid.ID Kasiruddin Zendrato alias Ama Tiel, perantau asal Kepulauan Nias yang biasa dipanggil rekan-rekannya dengan sebutan Bang Jend  kembali menjadi korban salah tangkap oknum Ditnarkoba Mabes Polri.

Ia ditangkap pada hari Jumat, (2/2//2018) oleh orang yang mengaku anggota BNN Mabes Polri.

Saat itu, ia sedang mengendari motor dan diberhentikan paksa oleh mereka. 

Meski hasil tes urinenya negatif, dirinya tetap dipaksa harus mengaku sebagai bandar dan pengguna narkoba.

(Pengakuan Sopir Pribadi Pengacara Hotman Paris Hutapea, Ungkap Rahasia Perlakuan Majikannya

Berikut curahan hatinya yang menjelaskan kronologi penangkapannya yang dilakukan pihak Mabes Polri yang dikutip Grid.ID dari akun Facebook Harianus Ikhtiar Zebua.

"Nama saya, Kasirudin Zendrato, teman-teman dan kerabat saya biasanya memanggil saya dengan sebutan Bang Jend. Saya perantauan asal kepulauan Nias, Sumatera Utara. Sudah belasan tahun saya mengais rejeki di kota metropolitan Jakarta.

Tuhan memberkati usaha saya, sehingga kami sekeluarga bisa bertahan di tengah-tengah kerasnya perjuangan hidup di kota Jakarta. Semuanya berjalan dengan baik.

Hingga pada Jumat, tanggal 2 Februari 2018, saya mengalami pengalaman yang tidak mungkin saya lupakan seumur hidup, bukan pengalaman indah, tapi mungkin pengalaman terburuk dalam kehidupan saya.

(Pramusaji Hanya Berpakaian Celemek, Pemilik Kedai Kopi Ditangkap Polisi)

Tidak ada angin tidak ada hujan, saya dicegat oleh beberapa orang yang mengaku sebagai anggota BNN Mabes Polri.

Saya dicegat saat tengah mengendarai motor. Oknum ini memukul kepala saya dengan helm, menendang saya, dan menyeret saya ke pinggir jalan, sambil meneriakkan ancaman “Jangan melawan, kalau melawan akan ditembak mati”.

Saya yang masih kebingungan atas “serangan” mendadak ini membalas dengan mengatakan “Tembak saja kalau berani”. Bagaimana saya bisa melawan, tangan saya diborgol sampai dua buah.

Saya kemudian secara paksa diangkut ke atas motor dan dibawa ke sebuah lapangan. Disitu saya kembali dipukul berkali-kali dan dipaksa mengaku bahwa saya adalah bandar atau pemakai narkoba.

(Korban Kedua Longsor Bandara Diselamatkan Lebih Lama Dari Dianti Putri, Ternyata Ada Pemicunya )

Saya bersikukuh tidak mengaku dan mengiyakan apa yang mereka tuduhkan kepada saya, karena saya memang bukan bandar atau pemakai narkoba, saya mencari rejeki secara halal. Karena saya tetap menyangkal tuduhan tersebut, saya ditantang untuk tes urin di tempat. Saya mengiyakannya. Saya menjalani tes urin dengan tangan diborgol. Puji Tuhan, hasilnya negatif!

Meskipun hasil tes urin negatif, para oknum anggota BNN ini masih terus mengintimidasi saya untuk mengakui bahwa saya pengguna sabu. Saya diancam akan dibawa ke BNN. Saya mempersilahkan, karena saya memang tidak bersalah.

Saya dibawa ke BNN dengan alasan kunci borgol rusak dan dibuka nanti di BNN. Kunci borgol rusak? Bagaimana ini standar kelaikan peralatan petugas BNN di lapangan? Sesampainya di BNN, ternyata kunci yang dijanjikan tidak langsung ada.

(Tak Terima Suaminya Ditahan Sebagai Pengedar Narkoba, Wanita Ini Datang dan Menangis Histeris)

Badan sudah sakit akibat dipukuli ditambah penderitaan tangan diborgol berjam-jam. Ya, ada sedikit kebaikan saya rasakan di kantor BNN, saya diberi makan siang. Puji Tuhan!

Saya hendak dibawa ke tukang kunci duplikat. Bisa saudara-saudara bayangkan bagaimana malunya saya jika seandainya saya dibawa ke tempat umum dengan tangan masih diborgol, bertemu teman dan kerabat? Apa penilaian mereka terhadap saya? Wah bang Jend kena kasus kriminal.

Puji Tuhan, ternyata ada anggota di kantor BNN yang memiliki kunci. Borgol dibuka dan saya dilepaskan dengan permintaan maaf.

Maaf? Setelah aksi brutal ala koboi yang saya alami? Sebagai orang beriman, saya mengampuni, tapi ini tidak menyelesaikan masalah, karena hal ini bisa terulang lagi dan terjadi kepada siapapun. Untung saya dianugerahi fisik yang cukup kuat oleh Tuhan, bagaimana jika korban oknum-oknum ini lemah secara fisik? Tentu fatal akibatnya.

Demi menegakkan rasa keadilan dan mengingatkan kepada masyarakat umum yang mungkin sewaktu-waktu bisa mengalami hal yang sama dengan saya, saya melaporkan kejadian ini ke Bidang Propam Polda Metro Jaya. Laporan saya tidak dapat diproses karena oknum adalah anggota Mabes Polri.

(Viral, Pelaku yang Lakukan Pembacokan Idap Gangguan Jiwa, Terungkap Korbannya Ternyata Bukan Ustaz, Melainkan Petani!)

Demikian penjelasan petugas Propam Polda Metro Jaya yang santun dan sangat komunikatif. Beliau mengarahkan saya ke Mabes Polri.

Dengan keletihan fisik dan mental yang amat sangat, saya berjuang menuju ke Mabes Polri, saat itu waktu telah menunjukkan pukul 21.00 Wib. Sesampainya disana petugas mengatakan bahwa Pelayanan Aduan sudah ditutup, dan dipersilahkan untuk melaporkan kembali pada hari senin.

Saya kecewa, karena sebelumnya petugas di Polda Metro Jaya mengatakan bahwa layanan aduan itu 24 jam.

Bagaimana ini, kenapa tidak standar informasinya? Bukankah Polri merupakan layanan publik yang seharusnya siap menerima pengaduan masyarakat 24 jam?

Saudara-saudaraku, sampai saat ini saya masih berjuang untuk menegakkan keadilan atas kasus yang saya alami. Saya sudah menghubungi sejumlah pihak yang menurut saya bisa membantu.

Namun saya tidak bisa menahan cerita ini untuk diri saya sendiri. Karena saya mencintai POLRI, saya ingin POLRI yang citranya sudah semakin baik akhir-akhir ini bisa menjadi lembaga yang semakin profesional dan mengayomi masyarakat kecil seperti saya, POLRI yang semakin dicintai oleh masyarakat.

Pak KAPOLRI, PAK TITO yang terhormat, dengarkanlah suara rakyatmu ini…

Menurut salah satu netizen yang diduga masih kerabat mengatakan kasus ini sedang diproses. 

Sedangkan untuk mendapatkan visum sulit karena polisi belum memberi surat pengantar.  (*)

(Hartanya Melonjak Saat Menjabat Gubernur, Inilah Rincian Daftar Kekayaan Zumi Zola )