Laporan Wartawan Grid.ID, Arif Budhi Suryanto
Grid.ID - Hidup di Jakarta memang bukanlah perkara yang mudah.
Apalagi jika hidup tanpa tetangga dan dikepung oleh gedung-gedung pencakar langit.
Hal itulah yang dirasakan Lies, wanita 64 tahun yang tetap setia tinggal di rumah reyotnya di tengah komplek Apartemen Thamrin Exclusive Residence, Jalan Kebon Melati, Jakarta Pusat.
Sebenarnya dulu Lies tidak sendiri, ada beberapa tetangga yang juga mendiami daerah tersebut.
Namun sejak 2012 silam, satu-persatu tetangganya telah menjual rumahnya ke pihak pemilik apartemen.
"Iya pada pindah semua. Mereka takut juga kali sama preman-preman yang suruh mereka pindah saat itu. Kalau saya kan tidak takut," kata Lies membenarkan, seperti yang dikutip dari Tribun Jabar.
Dan kini tinggal lah rumah Lies sendiri yang masih berdiri di belakang area Apartemen Thamrin Executive Residence.
Lies sendiri seperti tidak tertarik menjual rumahnya itu, bahkan setelah ditawar dengan sebuah unit apartemen dan uang Rp 3 miliar.
Karena baginya uang bukanlah segalanya.
Kepada Kompas.com, ia juga mengaku kalau sudah memiliki banyak uang dari usaha indekosnya.
Bahkan, ia juga memiliki rumah mewah di Bandung dan Tangerang.
"Iya bener pernah ditawar Rp 3 miliar dan satu unit apartemen. Tapi saya tidak mau dibayar berapa pun, saya tidak sudi rumah ini dibeli," ungkapnya.
"Mereka mah cuma mau kuasai tanah ini. Ini tumpah darah saya di sini," imbuhnya.
Lies sadar keputusannya tak mau menjual rumah itu kepada pihak apartemen akan membuatnya susah di kemudian hari, salah satunya adalah untuk mengakses air bersih.
Jadi selama tujuh tahun semenjak proyek pembangunan apartemen itu, Lies harus berjuang bertahan hidup dengan segala keterbatasan yang ada.
Air yang dulunya bisa digunakan kapan saja, kini harus ia bagi dengan para penghuni apartemen yang jumlahnya ratusan.
"Malahan air itu kesedot semua sama apartemen ini, saya tidak kedapatan sama sekali," ungkap Lies saat dijumpai Kompas, Jumat (20/09/2019).
Sebenarnya Lies pernah mengajukan permohonan pemasangan air PDAM ke rumahnya, namun ditolak mentah-mentah oleh pengelola.
"Saya sudah bilang, biarin saja PDAM masuk ke rumah saya, saya yang bayar pipanya, tukangnya. Berapa meter sini saya yang bayarin, maksudnya biar bagi ke saya juga airnya," ujarnya.
Alhasil ia pun harus membeli 25 galon air bersih setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan dirinya, suami, dan satu orang anaknya.
Permasalahan tak cukup sampai di situ.
Membawa banyak galon ke rumahnya juga bukan perkara yang mudah.
Meski dibantu sang suami, Lies kerap mengeluhkan sakit setiap membawa galon itu.
"Ini kan jalan masuk ke rumah saya lihat ya sempit terus licin, kadang suka kepleset saya gara-gara ngangkut air,” ucapnya.
Bahkan Lies sendiri mengaku pernah diminta bayar parkir ketika hendak pulang ke rumahnya yang berada di sisi belakang apartemen.
Baca Juga: Pernah Anggap Teuku Wisnu Ikut Aliran Sesat Diawal Hijrahnya, Shireen Sungkar: Dia Berubah Banget!
“Pernah dimintai untuk Rp 500 ribu mobil dan Rp 300 ribu motor per bulannya. Saya tidak mau, akhirnya sekarang gratis," paparnya.
"Enak saja mereka minta-minta ke saya, orang ini tanah juga tanah nenek moyang saya,” pungkas Lies.
(*)