Grid.ID – Belakangan ini, bahasan soal Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RUKHP tengah menjadi perbincangan publik.
RUKHP yang sedianya akan disahkan oleh DPR RI justru memicu penolakan keras dari masyarakat karena terdapat banyak pasal kontroversial di dalamnya.
Tak terkecuali pasal santet dalam RUKHP yang mengundang perhatian ahli metafisika Ki Kusumo untuk ikut berpendapat.
Siapa sangka, paranormal yang kerap memprediksi nasib para artis itu sempat protes karena penyusunan pasal santet sama sekali tak melibatkan dirinya.
Seperti diketahui, RUKHP memuat pasal kontroversial soal santet yang tertera di pasal 260 ayat 1 dan 2.
Mengutip Wartakotalive pada Selasa (24/9/2019), pasal tersebut berbunyi sebagai berikut.
Ayat (1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Ayat (2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).
Meski singkat dan sederhana, 2 butir pasal tersebut nyatanya berhasil membuat berang Ki Kusumo.
Usut punya usut, sang paranormal merasa keberatan dengan bunyi yang tertulis di awal pasal yang dianggapnya kurang tepat.
Dilansir dalam YouTube Talk Show tvOne pada Sabtu (21/9/2019) lalu, Ki Kusumo menyampaikan unek-uneknya tatkala menjadi bintang tamu di acara Apa Kabar Indonesia Pagi.
“Tapi permasalahan utamanya begini, mesti ada perbaikan bahasa. Supaya tidak pukul rata.”
“Dari bahasanya, semua dipukul rata. Siapapun yang punya kekuatan gaib, siapapun yang bisa A, B, C, D dengan dunia spiritual udah pasti kena kalau dari bahasanya,” ujarnya dengan nada tinggi.
Tak heran, jika pria yang identik dengan rambut panjangnya itu bertanya-tanya mengapa DPR tak melibatkan dirinya dan rekan ahli metafisika lain saat merumuskan pasal santet.
“Makanya saya pengennya kalau lagi rapat membahas pasal itu, saya diundang biar saya ngomong. Saya adalah masyarakat dan saya berhak bersuara di sana.”
“Dulu tidak terjadi akhirnya karena dari jaman dulu namanya epidemi, lumpuh layu. Tapi apa ada epidemi santet?”
“Artinya hal-hal seperti ini memang ada tapi kita butuh pembahasan khusus dan perlu perbaikan-perbaikan berkaitan dengan tata bahasa yang menyangkut profesi orang lain,” lanjutnya kemudian.
Terlebih lagi, Ki Kusumo beranggapan bahwa kabar bohong ataupun fitnah begitu mudah dihembuskan di tengah-tengah masyarakat Tanah Air.
“Jaman sekarang orang punya kepentingan, punya uang bisa bikin apa saja lho. Si A yang baik-baik aja dibentuk opini selang beberapa bulan kalau dia adalah ahli santet. Celaka, orang ini nggak tahu menahu. Fitnah lho ini nggak main-main!” tegasnya.
Di akhir penuturannya, Ki Kusumo lagi-lagi mempertanyakan para wakil rakyat yang tak melibatkan ahli-ahli metafisika kala merumuskan pasal santet.
Padahal saat menyusun undang-undang lain, mereka mengundang pihak kompeten di bidangnya masing-masing.
“Kalau kita memang mau bahas ini dengan sungguh-sungguh, tolong libatkan kami. Supaya saya mengerti. Supaya saya tahu."
“Jangan sampai membahas sesuatu yang bukan bidangnya. Kalau kita bahas fisika, ahli fisika kumpulin. Bicara biologi, ahlinya kumpulin. Ngomongin santet yang bicara orang-orang yang disiplin bukan di situ," ia menambahkan.
Bukan hanya bakal mengancam profesinya sebagai paranormal di masa depan, Ki Kusumo rupanya khawatir pasal tersebut akan bias ketika diterapkan di kehidupan sehari-hari.
"Kalau kita membaca, bahasanya bahaya ini. Setiap orang yang mengaku memiliki kekuatan gaib. Dari poin itu saja sudah pukul rata."
"Itu bahaya banget! Artinya semua orang bisa kena."
"Bisa juga bias di lapangan. Aparat penegak hukum juga jadi amburadul di lapangan nanti bekerjanya," tandasnya.
Bagaimana pendapatmu, setuju atau tidak dengan pendapat Ki Kusumo soal pasal santet di RUKHP?
(*)