Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Suminar
Grid.ID - Tren dunia fashion selalu mengalami perkembangan di setiap tahunnya.
Banyaknya desainer baru bermunculan berlomba-lomba dalam menyuguhkan karya terbaiknya agar diterima oleh masyarakat luas.
Seperti murid dari Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budihardjo yang menggelar Perayaan Peragaan Busana Tahunan Ciputra Artpreneur, Jakarta, Jumat (9/2/2018).
Peragaan tahunan bertajuk 'BALANCE' ini merupakan keseimbangan dalam keriuhan di perkotaan yang menjadi inspirasi utama peragaan ini dalam koleksi terbarunya.
Deskripsi Balance diterjemahkan dalam ungkapan halus berpadanan dengan kasar, kuat dengan lemah. Kemudian, hiruk pikuk bersisian dengan ketenangan, gembira versus sedih serta denyut nadi perkotaan menjadi nyawa dan nafas dalam persembahan Balance.
"Balance ini sederhana diambil dari keseimbangan dalam kehidupan anak-anak jaman sekarang dan siapapun yang hidup dikota besar. Apalagi di kota Jakarta yang perlu banget keseimbangan dalam segala hal. Tanpa keseimbangan kita akan tumbang," ujar Susan Budihardjo saat konferensi pers kepada Stylo Grid.ID
Yang cukup menarik adalah, kali ini para wisudawan dan alumni mengolah sebuah karya yang apik melalui bahan denim.
Selain sejalan dengan arah mode masa kini, denim merupakan bahan yang mampu melampaui jenis kelamin, usia, ras dan waktu.
Sebanyak 120 set busana warna-warni karya para lulusan LPTB ditampilkan dengan kemasan yang cukup berbeda dari biasanya.
Koleksi dipersembahkan dalam sebuah peragaan yang dikemas dengan gaya teater.
"Sebenarnya nggak ada yang berbeda jauh, sih. Hanya kemasanya berbeda, kita adakan di gedung teater tetep fashion show. Cuma kita ada teatrical dari penari, 75% fashion show, 25% teatrical," lanjut Susan.
Peragaan ini terdiri dari empat babak, yang setiap jeda babak diisi oleh penari-penari.
Panggung peragaan dihiasi dengan permainan lampu yang apik sebagai pendukung fashion drama kali ini.
Sekuens pertama: Architechtural Acara dimulai dengan munculnya trubadur dengan busana yang mengikuti tema, mengantarkan cerita tentang kisah yang bertutur tentang keseimbangan, di tengah kegaduhan kota metropolitan, yang terbagi dalam empat babak unsur utama.
Musik orkestra yang berganti dengan musik beat menghiasi permulaan babak pertama yang diberi nama Architechtural.
Semua model dalam babak ini bersatu di atas panggung, kemudian satu persatu model jalan dengan lihai mengitari sisi panggung untuk memerkan busananya.
Bentuk geometris dalam busana menggambarkan gedung-gedung pencakar langit dan tata kota yang apik.
Bukan hanya busana longgar dan busana pas di tubuh pun tidak mengurangi gerak aktif perempuaan perkotaan yang sigap berlari ke sana ke mari.
Siluet-siluet rok bervolume dan ketat di badan, mengimbangi gaun A-simetris, gaun bertali temali, rok panjang, celana sebetis, imbuhan bulu menghiasi koleksi.
Sebelum memasuki babak kedua, para penari kembali menghiasi panggung.
Sekuens kedua: Flow Busana classy berkesan tangguh berlalu lalang di atas panggung.
Berkelas di jajaran desain bernafas anak muda.
Sifat pusaran dan gerak air menjadi inspirasi babak ini.
Atasan-atasan berkesan kokoh, seperti outer, jaket bomber, tetap mampu menyisipkan kesan manis dan feminin ketika dipadu celana berpipa lebar yang agresif dan menggambarkan dinamika air yang mengalir.
Busana pria dan wanita dengan detail rumit berliku seperti smock, atasan berpotongan unfinished dalam siluet yang longgar meneriakkan kebebasan dalam berekspresi.
(5 Gaya Rambut dan Makeup yang Bakal Jadi Tren dari New York Fashion Week 2018)
Sekuens ketiga: Communication Karya indah berbahan jeans mulai dari yang tipis jatuh melambai mengikuti alur musik mengalun, bersenyawa dengan bahan jeans tebal dan bahan lain.
Komunikasi yang berlangsung dinamis dengan cepat saling sambung menyambung dua arah.
Padu padan busana mencerminkan kekuatan dari karakter yang tangguh dalam warna putih yang mendominasi koleksi.
Busana tumpuk-tumpuk bercerita tentang dinamika kota besar dalam interaksi yang menghasilkan karya yang berciri khas untuk menikmati periode masa belia yang kini dipenuhi dengan lintas komunikasi yang cepat.
Selesainya babak ketiga ditutup dengan penari yang kembali memamerkan gerakannya yang sekali-kali lincah melompat-lompat mengikuti dentuman musik.
(Street Style Berlin Fashion Week Fall 2018 Ini Curi Perhatian, Intip yuk Deretan Penampilannya!)
Sekuens empat: Mind Busana yang ringan, segar dan atraktif memanjakan mata penonton dan menawarkan inspirasi baru melalui koleksi yang dipersembahkan dalam paruh akhir babak empat.
Desainnya bergaya khas anak muda masa kini.
Ringkas, mengaduk emosi, tegas, jauh dari kesan bertele-tele meski memainkan detail yang dikerjakan dengan apik dengan dominasi jeans serta denim sebagai materialnya.
Persembahan akhir datang dari tiga pribadi yang memunculkan padu-padan gaya maskulin yang cenderung kaku dengan gaya feminin yang luwes melebur dalam selera kasual dari tangan tiga desainer acakacak: Bella Scholastica, Olivia Sembiring, Bunga Ludmilla.
"Tantangannya adalah membuat kreasi dari denim, denim tuh bisa dibuat apa aja sih. Kita ada 10 looks dengan mengangkat tema dari isu sosial. Bikin baju nggak cuma sekedar cantik aja, tapi disini kita ambil tema dari perbedaan yang ada di sekitar kita," ucap Bella menjelaskan.
Sebagai manusia, hidup selalu ada perbedaan, tidak ada yang sama antara satu manusia dengan yang lainnya.
"Dari perbedaan tersebut ternyata ada kesamaan, loh, apa itu? Yaa, we are human. Dari ini kita olah jd sebuah gambar. Dari gambar tersebut dipakai jadi aset semua koleksi kita. Krn mengangkat isu sosial jadi pake kata-kata yang ada di baju yang ditampilkan, jadi tetap bisa menyampaikan pesan," lanjut Bella.
Bentuk yang kaya datang dari perpaduan ragam siluet seperti saat bustier dipadu celana palazzo dan ditutup jaket panjang.
Ada gambar-gambar tertera di atas busana, yang bercerita tentang dinamika emosi antara senang dan sedih.
Kesenangan menanti saat kesedihan hadir.
Begitupun siklus hidup silih berganti, menghasilkan keseimbangan.
Di tengah nuansa warna biru khas jeans, menyelinap oranye dan putih hasil campur tangan teknologi baru yang memungkinkan melahirkan jeans varian baru.
Seperti yang terlihat pada blus oranye bertali dari jeans, dengan rok berbiku-biku dari bahan drill yang bertemu dengan jaket longgar.
Jeans biru dilunturkan warnanya hingga menghasilkan gradasi warna sampai putih.
Saat menjadi putih, jin diinfus warna baru sesuai keinginan.
Jin diolah maksimal, digunting, disikat dan diserut hingga berjumbai-jumbai, atau dilaser dengan intensitas panas yang dapat diatur.
Panas sedang untuk menghasilkan gambar berdasarkan pola di atas bahan hingga panas tinggi untuk membuat bahan bolong menjadi motif.
Desain gambar yang dihasilkan dari panas laser dijadikan sebagai benang merah koleksi oleh desainer acakacak ini.
Sepuluh pasang sepatu hasil eksplorasi aneka jeans mengimbangi sepuluh set busana yang ditampilkan dalam babak empat menjadi penutup cerita serta kisah tentang ‘Balance’.
Acara keseluruhan diakhiri dengan seluruh wisudawan dan alumnus yang memenuhu seluruh panggung.
Para alumnus, desainer muda, telah menggarap peragaan ini dengan emosi yang bergelora.
Tentu hasilnya sepadan dengan kerja keras yang mereka lakukan.
Ada yang berbeda dengan penampilan fashion drama ini, riasan harus berkarakter tanpa mengganggu penampilan busana yang menjadi poin utama.
Pilihan jatuh pada riasan dengan goresan bentuk geometris di wajah model yang dapat menjadi penguat penampilan tiap koleksi.
Kesan muda, modern, dinamis, terwakili dengan pilihan warna biru, perak dan putih.
"Untuk tema riasan disesuaikan dengan teater karena ada teater, tapi walaupun begitu gak mengurangi unsur fashionnya. Riasan lebih dieksplor pada penari, kalau di model nggak over tapi tetep dapet looknya," ujar Chenny Han selaku penata rias peragaan ini. (*)
FOTO-FOTO: TIM MUARA BAGDJA