Find Us On Social Media :

Tempuh 140 Kilometer dari Yogyakarta Menuju Madiun, Pasutri Ini Hanya Ingin Mencari Jejak Makam Kakeknya yang Dulu Jadi Korban Pembantaian PKI

By Arif Budhi Suryanto, Kamis, 3 Oktober 2019 | 08:16 WIB

Yanto dan istri mengunjungi Monumen Kresek pada Selasa (2/10/2019).

Laporan Wartawan Grid.ID, Arif Budhi Suryanto

Grid.ID - Yanto Eko Cahyono bersama istriya, Puji Sartomartuti, mendatagi Monumen Kresek (Monumen Kekejaman PKI) yang berada di Desa Kresek, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, pada Selasa (01/10/2019) kemarin.

Kedatangan pasutri ini jauh-jauh dari Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, bukan tanpa alasan.

Mereka rela menempuh jarak hingga 140 kilometer menggunakan sepeda motor hanya untuk mencari makam dan data tentang kakeknya.

"Saya sengaja datang ke sini menggunkaan sepeda motor menempuh jarak sekitar 140 kilometer dari Yogya untuk mencari sejarah kakek kami yang tewas dibantai PKI," ujar Yanto kepada Kompas.com di Monumen Kresek, Selasa (01/10/2019) siang.

Baca Juga: Bakal Tampil di Konser Rossa, Nagita Slavina Grogi Hingga Asam Lambungnya Naik

Kakek Yanto, Inspektur Polisi Suparbak, merupakan salah satu dari 17 korban kekejaman PKI tahun 1948.

Insp. Pol. Suparbak gugur di Desa Kresek, Kecamatan Wangu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Namanya pun terpampang jelas dalam Monumen Kresek itu.

Baca Juga: Misteri Jasad Bayi Berbalut Rok Seragam SMA di Jepara, Sang Ibu Tenggak 16 Pil Aborsi Sekaligus karena Malu Hamil di Luar Nikah

Oleh karena itu lah, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh setiap tanggal 1 Oktober kemarin, Yanto bersama istrinya melakukan ziarah ke Monumen Kekejaman PKI atau Monumen Kresek.

Lebih lanjut, Yanto bercerita awal mula kakeknya bisa berurusan dengan PKI.

Saat itu, hanya karena masalah sepele yaitu tidak sengaja menyerempet pagar rumah seorang petinggi PKI, kakeknya harus menjadi salah satu dari korban pembantaian PKI.

"Cerita dari bapak saya, sebelum dibunuh PKI, kakek menyerempet pagar rumah tokoh PKI saat mengendarai sepeda motor. Pasca kejadian itu, kakek saya dicari lalu dibunuh," ungkap Yanto.

Baca Juga: Sosok Ian Francis Manga, Guru SD yang Dikira Seumuran dengan Muridnya, Punya Wajah Bocah dan Mengaku Tak Alami Pubertas

Tak hanya dibantai, rumah kakeknya dulu pun ikut dibakar.

Akibatnya mereka sekeluarga pun harus mengungsi hingga ke Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Saat di tempat pengungsian pun keluarga minim mendapatkan informasi.

Mereka hanya sekedar diberi tahu kalau Insp. Pol. Suparbak telah gugur tanpa keluarga mengetahui di mana makamnya.

Baca Juga: Tertelan Eskalator, Separuh Tubuh Wanita ini Terjebak dalam Mesin Hingga Buat Pengunjung Lain Panik

Oleh karena itu, kedatangan mereka kali ini diharapkan akan membuahkan setidaknya titik terang di mana pastinya sang kakek dikuburkan.

Selain keluarga Yanto, nasib malang juga menimpa korban kekejaman PKI.

Salah satunya adalah keluarga Siti Asyiah.

Bahkan hingga kini, dirinya masih ingat betul bagaimana ayahnya menjadi salah satu kekejaman PKI.

Baca Juga: Plesir ke Afrika Setelah Ibadah Umrah, Maia Estianty Tinggal di Villa Tengah Hutan Belantara Dikelilingi Berbagai Macam Binatang Buas: Kalau Malam Nggak Boleh Keluar Tanpa Pengawal

Melansir dari Tribunbogor, saat itu dirinya yang hanya mengungsi di rumah tetangga ketika terjadi pemberontakan dapat melihat bagaimana rumahnya hangus dibakar.

Sementara ayahnya yang merupakan aktivis masyumi dan seorang penghulu kabur melarikan diri ke Kecamatan Widodaren.

Meski sudah melarikan diri jauh dari rumah, ayahnya, Haji Dimyati, tetap menjadi buronan PKI.

Haji Damyati kemudian diberitakan meninggal setelah terkena tipu daya PKI yang memberinya kabar palsu bahwa desa telah aman dan dia bisa pulang.

Ketika itulah dirinya ditangkap dan di eksekusi di lubang buaya.

(*)