Grid.ID - Maspupah (50) tak percaya jika putranya, Maulana Suryadi (23), sudah pergi meninggalkannya.
Padahal sebelum meninggal dunia, tepatnya pada Rabu (25/9/2019) malam, Maulana Suryadi masih terlihat sehat di mata sang ibu.
Namun memang, sikap tak biasa Maulana Suryadi malam itu kini seakan menjadi pertanda bagi Maspupah.
Pada malam itu, pemuda yang sehari-hari bekerja sebagai juru parkir di Tanah Abang itu memijit-mijit punggung sang ibu yang sudah berusia setengah abad.
Dengan manja, Maulana Suryadi memohon kepada ibunya untuk diizinkan menonton demo mahasiswa di kawasan Gedung DPR, Jakarta Pusat.
"Iya minta izin katanya mau demo. 'Ngapain demo, nggak ada kerjaan demo-demo,' kata saya," ucap Maspupah menirukan kata-kata terakhir yang ia ucapkan untuk sang putra.
Namun, himbauan sang ibu ternyata tak diindahkan oleh Maulana.
Maulana Suryadi, tetap nekat ingin mengikuti demonstrasi itu.
Usai mencium tangan sang ibu dua kali, Maulana berangkat ke Jembatan Layang Slipi Jakarta Barat, lokasi demonstari yang berujung rusuh.
Karena kerusuhan itu lah, Maulana ikut menjadi salah satu orang yang diamankan kepolisian.
Namun setelah ditangkap polisi, Maulana Suryadi mendadak dinyatakan meninggal dunia.
Mengutip Kompas.com, kabar meninggalnya sang putra diterima Maspupah pada Kamis (26/9/2019) malam.
Saat tangisnya pecah, Maspupah kemudian diajak delapan anggota polisi yang datang ke rumahnya tersebut untuk melihat jenazah Mulayana di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Namun, Maspupah tak langsung diantarkan menuju ke ruang jenazah tempat anaknya terbaring kaki.
Polisi yang mengantarnya itu, justru mampir ke rumah makan untuk mengisi perut dulu. "Polisi ngajak makan dulu.
"Saya sempat ditawari makan. Nggak ah makasih sudah kenyang," ucap Maspupah.
Tangis yang coba ditahannya selama perjalanan kembali pecah seusai melihat wajah anaknya.
Maspupah mengaku, ia diminta menandatangani surat yang berisi keterangan bahwa putranya meninggal dunia karena asma.
"Isi suratnya bilang kalau Maulana Suryadi kena gas air mata dan asma,"ucapnya.
Tak cuma diminta menandatangani surat, Maspupah juga diberi ampop berisi uang sejumlah Rp 10 juta dari seorang polisi.
Mengira itu uang duka, Maspupah pun mengambilnya.
Namun, rasa curiga mulai merambat ke pikiran ibu 50 tahun itu ketika jenazah anaknya hendak dimandikan dan dishalatkan.
Pihak keluarga menemukan banyak luka pukul di tubuh bagian belakang korban.
"Saat dimandikan jenazahnya keluar darah dari hidung, kupingnya juga. Punggungnya biru-biru," ujar Maspupah," dikutip Grid.ID dari Tribun Jakarta.
Curiga anaknya bukan meninggal karena asma tapi karena dipukuli, Maspupah geram.
Kepada awak media, Maspupah sempat memperlihatkan foto yang menunjukkan kain kafan yang membungkus jenazah Maulana Suryadi, berwarna merah karena berlumur darah.
Merasa janggal, Maspupah sempat kembali bertanya kepada pihak kepolisian.
Namun, pihak polisi kembali mengatakan jika anaknya meninggal karena asma.
Usai melihat anaknya meninggal dengan kondisi penuh luka hingga terus mengucurkan darah, Maspupah tidak terima dengan pernyataan polisi tersebut.
"Saya nggak terima kalau anak saya dipukulin sampai meninggal.
"Dunia akhirat saya nggak terima. Kalau maling atau copet, nggak apa-apa dipukulin.
"Anak saya bukan maling," katanya.
Polisi Membantah Maulana Suryadi Tewas karena Alami Kekerasan
Di sisi lain, Kepala Instalasi Forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati Kombes Edi Purnomo, menegaskan jika tak ada tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban.
Baca Juga: Modisnya Gaya Maia Estianty Saat Pakai Busana Safari di Afrika, Makin Awet Muda!
"Saat saya terima di kamar mayat, tanda kekerasan aja tidak ada.
"Badannya bersih, kepala dan badan bersih. Tidak ada jejak kekerasan seperti darah," ungkap Edi, dikutip Grid.ID dari Kompas.com.
Mengenai video viral yang memperlihatkan jenazah mengucurkan darah, Edi menganggapnya hal tersebut adalah hal yang wajar dan normal.
"Viral video ada darah keluar, kalau orang meninggal memang seperti itu
"Keluar darah karena pecahnya pembuluh darah, karena faktor pembekuan.
"Makanya, jenazah yang dikafani, ditutup lubang-lubangnya dengan kapas," pungkas Edi.
(*)