Find Us On Social Media :

Jelang Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Ternyata Remaja Galau Perlu Mendapat Pendampingan

By Novita, Senin, 7 Oktober 2019 | 15:00 WIB

Jelang Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Ternyata Remaja Galau Perlu Mendapat Pendampingan Khusus

Grid.ID - Dalam menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang jatuh pada setiap tanggal 10 Oktober diadakan sosialisasi terkait remaja galau yang perlu mendapat pendampingan.

Sosialisasi jelang Hari Kesehatan Jiwa Sedunia terkait pendampingan bagi remaja galau sempat disampaikan oleh Badan Kesehatan Jiwa Indonesia (Bakeswa Indonesia) beberapa waktu lalu.

Selain membahas soal remaja galau yang perlu pendampingan, sosialisasi jelang Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tanggal 10 Oktober juga membahas beberapa hal yang menyasar pada generasi milenial.

Baca Juga: Akui Kesehatan Jiwanya Memburuk, Ariana Grande Terpaksa Batalkan Acara Jumpa Fans

Dilansir Grid.ID dari laman Kementerian Kesehatan Indonesia, setiap 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia.

Penetapan tersebut dikarenakan kesehatan jiwa menjadi permasalahan yang serius dan tertinggi kedua di Indonesia.

Beberapa kondisi gangguan terhadap kesehatan jiwa seseorang seperti depresi, kegelisahan, perubahan suasana hati, hingga stres yang mendera berbagai usia.

Baca Juga: Bahaya Migrain yang Bisa Sebabkan Penyakit Berbahaya, Salah Satunya Berkaitan dengan Kesehatan Jiwa

Kesehatan Jiwa Sedunia dibuat untuk tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mental, sehingga bisa mencegah terjadinya penyakit jiwa.

Tak ayal, jelang peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pada 10 Oktober diadakan sosialisasi yang menyasar pada generasi milenial terutama kaum remaja yang suka galau.

Hal ini seperti sosialisasi yang diadakan Badan Kesehatan Jiwa Indonesia (Bakeswa Indonesia) bersama GE Volunteers dan Kopi Panas Foundation, di Jakarta pada (21/9/2019) lalu.

Baca Juga: Waspadalah, Kebanyakan Main Aplikasi Ini Bisa Berdampak Buruk Pada Kesehatan Jiwa!

Dilansir Grid.ID dari laman Kompas.com, Bakeswa Iindonesia menggelar diskusi publik dengan tema "Promosi Kesehatan Jiwa dan Pencegahan Bunuh Diri" yang menyasar generasi milenial.

Kampanye dengan hastag #RemajaPeduliKesehatanMental tersebut bertujuan untuk menggalang dukungan penggiat kesehatan jiwa untuk saling terkoneksi dan berkolaborasi meningkatkan mutu kesehatan jiwa di Indonesia.

Beberapa penggiat yang terlibat antara lain, PDSKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia), HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia), KPSI (Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia).

Baca Juga: Awet Muda, Naysilla Mirdad Kayak Remaja Ketika Pakai Seragam SMA!

Tak hanya itu, beberapa perhimpunan juga turut terlibat seperti Bipolar Care, Into the Light, Pijar Psikologi, Kopi Panas Foundation, Kaltera.id, Ibunda.id, Petualangan Menuju Sesuatu serta didukung Kementrian Sosial, Kementrian Kesehatan dan WHO (World Health Organization).

Dalam rangka menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, profesional psikiater, Ketua Dewan Pakar Bakeswa Indonesia sekaligus Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa DKI Jakarta, Nova Riyadi Yusuf mengatakan telah banyak partisipasi mayarakat terkait kesehatan membangun kesehatan jiwa di Indonesia.

Hal tersebut lantaran disahkannya UU Kesehatan Jiwa No. 18 Tahun 2014 Pasal 28 yang mengatur peran serta masyarakat dalam peningkatan partisipasi pembangunan kesehatan jiwa di Indonesia.

Baca Juga: Jarang Diekspos, Begini Potret Terbaru Putri Sulung Rionaldo Stokhorst yang Kini Sudah Remaja. Paras Bulenya Mirip Sang Papa!

"Hal ini merupakan dukungan yang sangat positif sekaligus menjadi bentuk desakan agar UU Keswa dapat ditindaklanjuti pemerintah dalam berbagai peraturan turunan,” lanjut Nova.

Nova atau yang akrab disapa Noriyu mengatakan ada 4 hal yang tercakup dalam UU Kesehatan Jiwa di atas.

"Upaya Kesehatan Jiwa yang diatur dalam UU Keswa mencakup 4 hal yaitu, upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dimana keempat upaya tersebut masih perlu ditingkatkan secara signifikan yang di sisi lain sebenarnya bisa dioptimalkan dengan peranan teknologi seperti yang tercantum pada Pasal 65 UU Keswa," terangnya.

Baca Juga: Demi Synchronize Fest 2019, 5 Remaja Ini Rela Terbang dari Luar Negeri dan Belanja Souvenir Sampai Rp 1,5 Juta!

Mengutip dari data World Economic Forum (WEF, 2016), Noriyu mengatakan penyakit mental menjadi penyakit kedua tertinggi setelah jantung (cardiovascular) di Indonesia.

Lebih lagi, sebanyak 13,28 persen remaja justru rentan terhadap bunuh diri.

"Kita menumpukan (masa depan) kepada mereka namun kita tidak menjaga kesehatan jiwa mereka. Remaja-remaja yang galau gini harus kita tangani kalau kita ingin mencetak SDM unggul" tegas dokter spesialis kesehatan jiwa itu.

Baca Juga: Raisa Berhasil Buat Galau Penonton Pria di Synchronize Fest 2019

Tak ayal, remaja galau perlu mendapat pendampingan agar tidak muncul ide bunuh diri pada diri generasi bangsa.

Meski begitu, pendiri Kopo Panas Foundation, Prisia Nasution mengatakan pengetahuan masyarakat terkait penderita gangguan jiwa masih sangat minim, dan banyak stigma negatif terkait penderita dengan gangguan jiwa (PDGJ).

“Orang dengan gangguan jiwa jumlahnya sangat tinggi dan terus meningkat setiap tahun sedangkan kehadiran tempat atau badan yang menaungi isu ini jumlahnya tidak seimbang," ujar Prisia.

Baca Juga: Sudah Punya Tunangan Tapi Masih Terlibat Cinta Lokasi, Lelaki Ini Pilih Nikahi Keduanya Sekaligus Karena Galau Tak Bisa Memilih

"Ditambah lagi, stigma negatif mengenai gangguan jiwa, kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan jiwa yang masih sangat minim, bahkan kesehatan jiwa milik mereka sendiri.” imbuhnya.

Ia juga berharap agar lembaga pemerintah dan non-pemerinta mampu bersinergi dalam menangani masalah kesehatan jiwa khusunya di kalangan remaja. (*)