Grid.ID - Mahfud MD telah resmi menggantikan Wiranto menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) pada Rabu (23/10/2019)
Mahfud MD menjabat sebagai Menko Polhukam dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 setelah ditunjuk oleh Presiden RI Joko Widodo.
Mengutip Kompas.com, Jokowi telah menjabarkan tugas yang harus dilaksanakan Mahfud MD selama menjabat sebagai Menko Polhukam.
"Beliau akan menjadi Menko Polhukam sehingga hal-hal yang berkaitan dengan korupsi, penegakan, hukum, deradikalisasi, antiterorisme berada di wilayah Prof Mahfud MD," ujar Jokowi.
Seperti yang telah diketahui publik, pria kelahiran Sampang 13 Mei 1957 ini sempat menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi selama dua periode, 2008-2011 dan 2011-2013.
Sebelum itu, Mahfud MD juga sempat diangkat sebagai Menteri Pertahanan dan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia di Kabinet Kerja Presiden Abdurrahman Wahid.
Namun siapa sangka, sosok ahli hukum dan politikus ulung ini harus menjalani masa kecilnya dengan penuh perjuangan demi bisa mendapat pendidikan.
Mengutip video Youtube Alvin & Friends yang tayang pada 1 April 2019 silam, Mahfud MD menceritakan kenangan-kenangan masa kecilnya.
Dulu, Mahdud kecil menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di Desa Waru, Pamekasan, Madura.
Sebelum memulai pendidikannya di Sekolah Dasar (SD), Mahfud MD sudah disuapi dengan ilmu keagaman.
Oleh karena itu, Mahfud MD sudah lancar mengaji bahkan sebelum duduk di bangku SD.
"Saya itu umur 5 tahun sudah belajar ngaji, 7 tahun sudah lancar mengaji.
"Kemudian diumur 9 tahun saya sudah masuk pondok pesantren sambil merangkap sekolah SD Negeri, sore di Madrasah, malam di Pesantren.
"Nah di situlah saya kemudian saya terbiasa dengan tradisi-tradisi keagamaan," ungkap Mahfud MD.
Baca Juga: Ekstrem! Cuaca Super Terik Hingga Suhu Capai 40 Derajat Celcius di Solo, Ternyata ini Penyebabnya
Oleh karena itu, orangtua Mahfud MD sempat berharap anaknya bisa menjadi seorang guru agama.
Meski kegiatan semasa kecilnya padat hingga kesulitan tidur, Mahfud MD justru merasa senang.
"Penuh kegiatan tapi asyik, karena kumpul dengan anak-anak sekampung.
"Misalnya malam tidur di surau, nanti subuh sudah dibangunkan, 'yuk salat', habis itu mandi," imbuhnya.
Namun ada cerita pilu di balik kebahagiannya itu.
Selama duduk di bangku SD, Mahfud MD harus ikhlas berangkat sekolah tanpa memakai alas kaki alias nyeker.
"Enggak pakai sepatu, pakai ceker saja," ujarnya singkat.
Namun, perjuangannya saat SD itu tak sia-sia.
Memasuki SMA, Mahfud MD mulai mendapat beasiswa.
Beasiswa itu terus didapatnya hingga mampu membawa Mahfud MD hingga ke jenjang perguruan tinggi.
"Kemudian saya dapat beasiswa sampai S3, dapat (beasiswa) Supersemar selama kuliah S1, S2, dan S3," ucap Mahfud.
Meski mendapat beasiswa, Mahfud MD tak serta merta bisa berleha-leha belajar di perguruan tinggi.
Ia bercerita, semasa kuliah di Yogyakarta pada 1974, dirinya pernah belajar di kuburan.
"Jadi begini, saya di Jogja itukan kos, sebagai anak kos dulu rumahnya gedek, lantainya belum ada semen apa gitu, sederhana sekali di tahun 74 saya di Jogja," tuturnya.
Oleh karena itu, Mahfud MD lebih memilih untuk belajar di kuburan.
"Jadi misalnya selesai sekolah jam satu, makan dulu, jam tiga ke kuburan.
"Di sana ada lampu juga, enggak usah bayar, kan ada listrik.
"Kuburan cina kan waktu itu mewah, kita tidur lebih enak di situ daripada di rumah," ujar Mahfud mengenang masa-masa kuliahnya dulu.
(*)