(Baca juga: Setelah Mengungkap Skandal Penghindaran Pajak, Seorang Jurnalis Slovakia Tewas Ditembak Bersama Pacarnya)
Selama ribuan tahun, manusia tak mengenal 29 Februari.
Hingga kemudian, Kaisar Julius Caesar menemukan ada yang tak beres.
Dalam budaya Roma, tanggal 25 Desember diperingati sebagai perayaan Natal, saat kelahiran Dewa Matahari.
Kala masa Julius, perayaan Natal berganti hingga tanggal 21 Desember.
Tanggal 25 Desember sendiri saat itu menandakan saat matahari berada pada titik paling selatan, 23,5 derajat Lintang Selatan, disebut equinox.
(Baca juga: Pria Ini Punya Ukuran Baju XXXXXL, Tapi Ia Adalah Model Loh di New York!)
Pergeseran Natal sekaligus equinox itu menandakan adanya ketidaksinkronan penanggalan dengan pergerakan benda-benda langit yang sebenarnya.
Kaisar Julius pun meminta astronom kerajaan, Sosigenes, untuk mengatasi hal itu.
Tahun 45 Masehi, Sosigenes mengusulkan penambahan satu hari pada bulan Februari.
"Sejak saat itu, ada tanggal 29 Februari," kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin.
(Baca juga: Pria Lombok Menikahi Dua Wanita Sekaligus, Ternyata Mereka Tinggal Satu Kampung)