SWS ditandai dengan gelombang otak yang besar dan lamban, otot yang rileks dan pelan, pernapasan dalam yang dapat membantu otak dan tubuh pulih kembali setelah seharian beraktivitas.
Di saat tertidur dalam kondisi SWS, otak ternyata tidak otomatis berhenti bekerja.
Otak hanya akan beristirahat.
Dengar Musik dan Merokok saat Berkendara Ternyata Bisa Dipenjara, Ini Penyebabnya!
Sebaliknya, tidur yang diatur akan membuat otak "tidur" dalam tahap tertentu.
Secara teknis, rasa ingin tidur berawal dari bagian otak yang memproduksi SWS.
Menurut para peneliti, SWS ini terjadi karena aktivitas dua kelompok sel yaitu: nukleus preoptik ventrolateral di hipotalamus dan zona "parafacial" di batang otak.
Kedua kelompok sel itu dapat memicu hilangnya kesadaran seseorang apabila mendapatkan suatu rangsangan.
Setelah tertidur lelap, proses tidur bermimpi atau REM menyusul.
Peneliti menemukan hal yang menarik saat seseorang dalam kondisi bermimpi alias REM.
Para peneliti mengungkapkan saat seseorang bermimpi, aktivitas otak sangat tinggi namun otot tubuh mulai melemah atau lemas.
Pernafasan serta detak jantung menjadi tidak beraturan saat bermimpi.
Hal ini masih menjadi misteri bagi para ahli biokimia dan neurobiologi untuk mencari tujuan dari mimpi itu sendiri.
Selama ini, peneliti mengetahui bahwa terdapat kelompok sel di batang otak, yang disebut subcoeruleus nucleus atau inti subkoreulus yang mengendalikan mimpi.
Apabila sel-sel itu mengalami masalah, seseorang yang bermimpi akan merasakan mimpinya tidak tuntas atau berhenti begitu saja.
(Artikel ini tayang di Kompas.com dengan judul Apa yang Terjadi Pada Otak Saat Kita Tidur? Sains Menjawabnya)