Di negara lain, kartu prabayar memang lumrah diregistrasi.
Namun, kembali Damar menegaskan bahwa negara-negara lain sudah memproteksi warga lewat UU yang berlaku, kecuali di Malaysia yang bisa menjadi contoh bagi pemerintah Indonesia.
"Malaysia yang sudah sejak 2006 mengumpulkan data warga pengguna selular, tahun lalu datanya dijual di eBay, seluruh pengguna handphone di Malaysia. Apa kita mau mencapai itu?" tegas Damar.
Kisah Mengerikan di Balik Kematian Sridevi: Sejumlah Artis Ungkap Kekejaman Industri Bollywood!
'Sistem yang tidak berjalan sempurna'
Di sisi teknis, pengamat telematika Heru Sutadi menemukan ada sistem yang tidak berjalan sempurna dalam proses registrasi prabayar sehingga terjadi kebocoran data yang bisa disalahgunakan untuk mendaftarkan nomor-nomor lain.
"Kalau ada lebih dari tiga nomor tidak dapat dipertanggungjawabkan ada mekanisme blokir, tapi sampai sekarang juga belum dilakukan," papar Heru yang juga menjabat sebagai Executive Director ICT Institute.
Selain itu, Heru juga menemukan bahwa kerentanan di Dukcapil (Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil) karena "data yang ada di Dukcapil itu juga ternyata tidak yang terkini sehingga orang mendaftar banyak yang gagal."
"Kalau kita lihat 320 juta artinya masih ada sekitar 50 juta orang Indonesia yang belum terdaftar tambah 70 juta orang yang datanya itu belum sinkron operator dengan Dukcapil sehingga ada 120 juta data yang belum valid saat ini."
'Pemerintah tidak boleh lepas tangan'
Namun hal itu disanggah oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mengatakan bahwa itu hanyalah kasuistis.
"Jadi yang terjadi adalah ada seseorang punya NIK kemudian NIK itu dimanfaatkan oleh orang lain secara tanpa hak yang orang lain tertentu itu mendaftarkan nomor telepon ke situ.