Grid.ID - Belakangan kosakata 'ambyar' yang berasal dari bahasa Jawa menjadi populer bahkan digunakan sehari-hari.
Kata 'ambyar' mulai ramai digunakan setelah penyanyi campur sari Didi Kempot mempopulerkan kata ini menjadi salah satu judul lagunya.
Ternyata kata 'ambyar' ini sudah termuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring.
Diksi ‘ambyar’ ini, belakangan memang banyak digunakan dalam percakapan masyarakat sehari-hari, tidak hanya di tengah masyarakat Jawa, namun di lingkup masyarakat yang lebih luas.
Sebenarnya, apa sajakah persyaratan yang membuat sebuah kata bisa masuk ke dalam KBBI?
Berdasarkan keterangan yang tertulis di laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), sebuah kata bisa masuk dalam KBBI jika memenuhi kaidah secara sistematis, leksikal, fonetis, pragmatis, dan penggunaan.
Secara spesifik, terdapat 5 hal mengapa sebuah kata bisa masuk dalam KBBI sebagaimana berikut ini:
Baca Juga: Pembalut VS Menstrual Cup, Mana yang Lebih Efektif Digunakan saat Menstruasi?
1. Unik
Sebuah kata yang dinilai dapat mengayakan makna dalam Bahasa Indonesia bisa menjadi poin sebuah kata untuk masuk dalam KBBI, baik itu berasal dari bahasa daerah maupun bahasa asing.
Terkadang ada makna yang tidak terwakili oleh diksi-diksi Bahasa Indonesia, sehingga untuk menutupi kekosongan makna rumpang leksikal (lexical gap) itu, sebuah kata baru bisa dimasukkan.
Sebagai contoh, kata ‘tinggimini’ untuk menjelaskan kebiasaan masyarakat adat di Papua memotong jari sebagai tanda duka jika ada keluarganya yang meninggal.
2. Eufonik
Syarat kedua adalah eufonik atau enak didengar.
Sebuah kata jika dilafalkan harus memiliki bunyi yang lazim dan sesuai kaidah fonologi bahasa Indonesia.
Ini dimaksudkan agar kata tersebut mudah dituturkan oleh penutur bahasa yang berasal dari berbagai latar belakang bahasa ibu yang berbeda.
Misalnya kata ‘keukeuh’ dari bahasa Sunda menjadi ‘kekeh’.
3. Seturut kaidah Bahasa Indonesia
Yang dimaksud di sini adalah kosakata baru itu dapat digunakan dengan sistem pengimbuhan dan pemajemukan yang ada dalam kaidah bahasa Indonesia.
Baca Juga: Rindu Candaan Semasa Siaran, Bagito hingga Patrio Rayakan Reuni Akbar Radio SK
4. Tidak berkonotasi negatif
Syarat keempat adalam memiliki konotasi yang positif.
Sebuah kata jika cenderung berkonotasi negatif, tidak akan dimasukkan dalam daftar kata di KBBI.
Misalnya antara diksi ‘lokalisasi’ dan ‘pelokalan’, meskipun memiliki makna yang sama, namun diksi pertama lebih memiliki artian negatif dari pada yang kedua, maka kata kedua lah yang akan diterima.
Contoh ini hanya menjadi pengandaian apabila kedua kata tersebut sama-sama baru dan belum ada di KBBI.
5. Kerap dipakai
Syarat terakhir adalah tingkat penggunaan dari kata yang bersangkutan.
Kekerapan ini dapat diukur menggunakan frekuensi dan julat (ketersebaran kemunculan kata di beberapa wilayah).
Sebuah kata baru dianggap layak masuk apabila penggunaannya sudah tersebar secara luas dan kerap digunakan oleh masyarakat.
Misalnya kata ‘bobotoh’ dan ‘ambyar’. Untuk mengetahui tingkat frekuensi dan julat ini juga bisa menjadikan trend yang ada di media sosial ataupun Google. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "“Ambyar” Masuk KBBI, Ini 5 Syarat Sebuah Kata untuk Terdaftar"