Grid.ID - Mantan Dirut Garuda, Ari Askhara kini tengah dikuliti boroknya.
Hal itu terjadi setelah Ari Askhara ketahuan menyelundupkan barang-barang mewah di dalam pesawat pelat merah.
Seperti dikatahui, Ari Askhara menyelundupkan Harley Davidson dan sepeda Brompton yang bernilai hingga miliaran rupiah.
Tindakan Ari menyelundupkan barang pribadi tersebut turut merugikan negara hingga Rp 1,5 miliar.
Seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati memaparkan bahwa motor Harley Davidson tipe Shovelhead 1972 tersebut seharga Rp 800 juta.
Sedangkan sepeda Brompton diperkirakan seharga Rp 50 juta hingga Rp 60 juta per unit.
"Dengan demikian, total kerugian negara potensinya adalah Rp 532 juta hingga Rp 1,5 miliar," ujar Sri Mulyani.
Bahkan skandal perselingkuhan yang dilakukan oleh Ari dan seorang pramugari bernama Puteri Novitasari Ramli ikut terbongkar.
Tak hanya berani menyelundupkan barang mewah di pesawat pelat merah hingga berselingkuh dengan pramugari, Ari juga dikenal kerap membuat peraturan yang sewenang-wenang dan merugikan pekerjanya.
Peraturan yang dibuat oleh Ari justru sangat mendiskriminasi pekerjanya.
Hal tersebut diungkap oleh Zaenal Mutaqqin, pegawai Garuda sekaligus Ketua Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (IKAGI) saat berbincang di Indonesia Lawyers Club pada Selasa (10/12/2019) lalu.
Zaenal juga tak segan mengungkap keseweang-wenangan petinggi Garuda yang lain.
"Pada prinsipnya, di perusahaan Garuda Indonesia ini banyak hal yang terjadi.
"Diskriminasi terhadap pegawai itu sangat kental," ungkap Zaenal.
Tindakan amoral yang telah dilakukan oleh Ari dan petinggi Garuda yang lain diantaranya memberikan keistimewaan kepada pegawai dengan jabatan yang tinggi.
Sedangkan para atasan malah kerap memberikan hukuman kepada pekerja Garuda dengan jabatan yang sangat kecil.
"Antara pegawai darat, pilot dan cabin, itu memang bergejolak pada perlakuan yang sama.
"Perlakuan kepada pegawai itu sering kali dibedakan.
"Misalkan budget kita ini digunakan untuk support bagian lain, kadang-kadang kita yang menjadi sasarannya," cerita Zaenal.
Zaenal menyebutkan bahwa para atasan justru memangkas honor pekerja Garuda.
"Contohnya uang terbang kami, penerbangan jauh dengan tidak menginap, itu kan cost produksinya kecil.
"Jadi menghilangkan travel allowance kita, menghilangkan biaya penginapan kita, menghilangkan biaya laundry kita," lanjutnya.
Hukuman sewenang-wenang juga kerap dilakukan oleh manajemen Garuda.
"Itu akhirnya di cut off, dan sering terjadi, belum lagi hal yang sifatnya punishment.
"Seperti tadi yang bawa barang-barang ilegal, itu beda perlakuannya dengan kita pak," kata Zaenal.
Dari penuturan Zaenal, pegawai dengan jabatan tinggi tak pernah diberi hukuman sama sekali.
"Kalau bagian lain yang dianggap penting di perusahaan ini, itu dianggap tidak masalah.
"Tapi kalau kita yang membawa barang berlebih, reportnya langsung ke pusat dan ada punishment," imbuh Zaenal.
Hukuman paling berat yang dilakukan oleh pihak manajemen adalah grounded.
"Terus misalnya entertaint, pramugari dibawa kemana gitu.
"Kita dianggap sebagai orang yang melengkapi tuntutan itu.
"Kadang-kadang perusahaan atau menajemen melakukan punishment dalam bentuk grounded," tandasnya.
(*)