( BACA JUGA: Melalui Sepeda, Mantan Guru Ini Bagi Kebahagiaan untuk Anak-anak SD di South Carolina, Simak Kisah Inspirasinya di Sini yuk )
Lalu, apakah penggunaan paper towns dan trap streets ini bisa dikategorikan sebagai penipuan?
Melansir laman Curiosity, penggunaan dua hal palsu tadi memang tidak diatur dalam kode etik para kartografer.
Alasannya, karena paper towns dan trap streets muncul karena fenomena yang baru terjadi di era-era modern, terutama era digital.
( BACA JUGA: Miliki Kemampuan Dance Sangat Baik, 3 Idol K-Pop Ini Bakal Jadi Member Tetap di Variety Show Baru loh! )
Para kartografer membuat paper towns dan trap streets dengan tujuan untuk mengetahui pemalsuan serta pembajakan peta oleh pihak yang nggak bertanggung jawab.
Apalagi di era digital seperti ini dengan beragam kelengkapan canggih yang bisa memalsukan semua hal, dari alat elektronik, film, sampai peta.
Terus, paper towns dan trap streets ini punya hak cipta nggak?
( BACA JUGA: Keluarga Ruben Onsu Rutin Minum Jamu, Begini Ekspresi Si Kecil Thalia Saat Pegang Gelas Jamu! )
Karena berupa hal fiktif, paper towns dan trap streets nggak dilindungi oleh undang-undang hak cipta di negara manapun.
Apa yang harus dilindungi kalau hal tersebut cuma palsu?
Yang memiliki hak cipta hanyalah petanya, bukan nama paper towns atau trap streets-nya.