Grid.ID - Kisah memperihatinkan dialami Adawiyah, nenek berusia lanjut di Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Gubuk berukuran 1x1,5 meter yang dibangunkan warga untuknya kerap basah kuyup saat diguyur hujan.
Saat beras pemberian tetangganya habis, nenek sebatang kara ini kerap hanya duduk bengong dalam gubuknya sambil menunggu bantuan beras datang.
Untuk makan sehari-hari, nenek yang sudah tak mampu bekerja itu memang hanya berharap belas kasih warga dan kerabat yang bersimpati kepadanya.
Gubuk berukuran 1x1,5 meter yang tingginya tak lebih dari dua meter di Desa Bondra, Kecamatan Mapilli, Polewali Mandar, Sulawesi Barat ini tampak hanya berdinding tripleks bekas.
Sebagian sisi gubuknya bahkan hanya ditutupi kain lusuh. Atapnya hanya berupa daun nipa tua yang mulai rapuh.
Gubuk yang tampak mirip kandang ayam ini tak mampu melindungi penghuninya dari hujan. Nenek Adawiyah kerap basah kuyup dalam gubuknya saat hujan deras.
Hidup sebatang kara di gubuk tua ini sudah dijalani Adawiyah selama lebih dari 3 tahun terakhir.
Tak ada satu pun barang istimewa yang terlihat di dalam gubuknya selain selimut usang yang dijadikan sebagai kasur sekaligus selimut di kala tidur.
Sejumlah peralatan dapur seperti panci tua terlihat sudah rusak dan bocor.
Jangankan untuk menyimpan barang di dalam gubuknya, untuk berdiri dan beraktivitas saja Nenek Adawih kesulitan lantaran gubuknya sempit sehingga ia tak bisa bergerak leluasa.
Saat cuaca panas pada siang hari lantaran atap rumahnya hanya sejengkal di atas kepalanya, Adawiyah terpaksa keluar rumah mencari angin segar sambil berteduh di bawah pohon pisang atau pohon apa saja di sekitar rumahnya.
Di sekitar gubuk reot miliknya ini terdapat tempat mandi berukuran kecil yang hanya ditutup dengan kain sobek.
Saat perut keroncongan karena lapar, nenek Adawiah hanya memasak makanan ala kadarnya jika persedian beras di gubuknya masih ada.
Beberapa tahun lalu, warga yang berempati dengan kondisi nenek miskin sebatangkara ini membangunkan gubuk dari barang-barang bekas.
Agar Adawiah bisa memasak, warga membagunkan dapur kecil dari susunan batu bata yang diletakkan di bawah gubuk miliknya.
Adawiyah tampak gembira saat sejumlah dermawan dan penggiat sosial pagi kemarin ini mendatangi gubuknya. Adawiyah tampak lega saat menerima pemberian beras dari dermawan itu.
Meski hanya makan nasi dan mi instan hari itu, Adawiyah tampak bersykur mendapatkan bantuan.
Menurut warga sekitar, nenek Adawiyah sejak lama mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dideritanya.
Meski pemerintah telah mengucurkan beragam program bantuan untuk warga kurang mampu dan mengalami masalah sosial, nenek Adawiyah justru luput dari bantuan sosial yang seharusnya ia dapatkan. Adawiyah mengaku memang pernah mendapatkan bantuan beras raskin, tetapi tidak rutin dan ala kadarnya.
Nenek rentah ini juga tak mendapat jaminan kesehatan BPJS atau kKartu Indonesia Sehat yang seharusnya menjadi haknya.
“Saya tinggal sudah bertahun tahun, saya tidak senang tingal sama keluarga karena sering dimarahi. Saya biasa diberikan beras sama keluarga atau tetangga. Saya tidak punya KK atau KTP. Saya tidak pernah dapat bantuan,” kata Adawiyah dalam bahasa lakal mandar. (*Kompas.com/Kontributor Polewali, Junaedi)
(Baca: Kisah Nenek Sandra, Tinggal di Rumah Bak Tempat Pembuangan Sampah, Tanpa Listrik, Air dan Perapian) Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul Cerita Nenek Adawiyah yang Hidup dalam Gubuk 1x1,5 Meter