Laporan Wartawan Grid.ID, Septiyanti Dwi Cahyani
Grid.ID - Hari puisi sedunia diperingati pada 21 Maret setiap tahunnya.
Dikutip dari Tribunjambi.com, hal ini ditetapkan oleh UNESCO dengan tujuan untuk mendukung keragaman linguistik lewat ekspresi puitis dan menjaga nilai-nilai bahasa agar tidak punah.
Ada banyak cara yang dilakukan warganet untuk turut memeriahkan peringatan hari puisi sedunia ini.
Sebagian besar dari mereka merayakan hari puisi sedunia dengan mengungkapkan perasaan lewat kata-kata yang puitis.
( BACA JUGA: Jangan Dibuang! Sebungkus Kecil Silica Gel Ternyata Punya Manfaat Besar )
Berbicara tentang puisi, ada banyak penyair di Indonesia yang dikenal melalui syair-syairnya.
Seperti Chairil Anwar dengan puisinya yang berjudul AKU, atau Sapardi Djoko Damono dengan puisinya yang berjudul Hujan Bulan Juni.
Puisi dari Sapardi Djoko Damono ini sempat kembali hidup beberapa waktu yang lalu melalui sebuah film dengan judul yang sama.
Selain dijadikan film, sebelumnya puisi ini juga diubah menjadi sebuah novel dengan judul Hujan Bulan Juni.
( BACA JUGA: Honey Popcorn Resmi Masuki Dunia K-Pop, Netizen Korea Minta Mereka Kembali ke Negara Asal! )
Dua nama penyair di atas merupakan sebagian kecil dari tokoh-tokoh pujangga di Indonesia yang dikenal masyarakat secara luas.
Masih ada penyair lainnya yang karya-karyanya jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia.
Seperti tokoh-tokoh sejarah di Indonesia yang ternyata juga memiliki sisi puitis.
Menurut pantauan Grid.ID dari akun Twitter Sejarah Indonesia, inilah tiga puisi karya tokoh-tokoh sejarah Indonesia.
( BACA JUGA: Dihadiri Para Selebriti Ternama, Inilah 6 Foto Pernikahan Adik Sarwendah, Wendy Lo, Romantis dan Bikin Haru! )
1. Puisi berjudul Anakku, Marie!, gubahan Jenderal Sudirman
Jenderal Besar Raden Soedirman atau yang lebih dikenal Jenderal Sudirman merupakan seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia.
Ia merupakan seorang panglima besar Tentara Indonesia yang pertama.
Maka tak heran, jika sampai saat ini Jenderal Soedirman masih terus dihormati oleh masyarakat Indonesia secara luas.
( BACA JUGA: Kim Dong Jun ZE:A Bantah Kabar Kencan dengan Aktris Go Sung Hee )
Dilansir dari Wikipedia, sejak tahun 1948 Soedirman mulai terkena penyakit Tuberkulosis (TBC).
Soedirman terus berjuang melawan TBC dengan melakukan pemeriksaan di Panti Rapih.
Di tengah-tengah penderitaan sakitnya itulah Soedirman sempat membuat beberapa puisi.
Salah satu puisi itu ia persembahkan untuk para perawat yang ada di Rumah Sakit Panti Rapih, khususnya untuk perawat yang bernama Marie.
( BACA JUGA: Ini Warna Pilihan Busana Musim Semi/Panas Kate Middleton Saat Hamil Besar, Stylish dan Manis banget! )
"Anakku, Marie!
Sebagai kata perpisahan ku pesankan padamu selaku djuru rawat Jang memeluk agama: “Bekerja dengan redla gembira” “Berdjoang dengan girang-girang” “Untuk Agama, Nusa, dan Bangsa” Selanjutnya harus: Ichlas, Sabar, dan Longgar dada. Bapakmu jang tresno
ttd R. Soedirman"
( BACA JUGA: Harus Tahu, 5 Makanan Paling Bergizi Menurut Data Ilmiah )
2. Puisi berjudul Penyair karya Wiji Thukul
Wiji Thukul merupakan seorang sastrawan sekaligus aktivis hak asasi manusia.
Ia dikenal melalui karya puisi-puisinya yang cukup vokal terhadap pemerintah.
Dilansir dari Wikipedia, Wiji Thukul hilang sejak 27 Juli 1998 pada saat ia berusia 34 tahun.
( BACA JUGA: Gaya Off-duty Model Kaia Gerber yang Jauh dari Gemerlap Panggung Catwalk dengan Cropped Denim Jacket Unfinished )
Sampai saat ini, tak ada yang tahu di mana keberadaan sastrawan yang aktif pada masa Orde Baru ini.
Berikut adalah salah satu puisi karya Wiji Thukul sebagai bentuk perlawanannya pada pemerintahan Orde Baru.
"Penyair —19 januari 1988
jika tak ada mesin ketik aku akan menulis dengan tangan jika tak ada tinta hitam aku akan menulis dengan arang jika tak ada kertas aku akan menulis pada dinding jika aku menulis dilarang aku akan menulis dengan tetes darah!"
3. Puisi berjudul Berjumpa Lagi karya Buya Hamka
( BACA JUGA: Adipati Dolken Bantah Hubungannya dengan Vanesha Prescilla Hanya Sebatas Gimik! )
Buya Hamka merupakan salah satu tokoh sejarah di Indonesia.
Ia menjadi seorang ulama sekaligus sastrawan dan melewatkan waktunya sebagai penulis, wartawan dan tenaga pengajar.
Dalam masa sejarah, Buya Hamka merupakan salah satu ulama Indonesia yang cukup berpengaruh.
Seperti yang dikutip Grid.ID dari Wikipedia, pada tahun 1929, Buya Hamka yang saat itu menjabat sebagai Ketua Muhammadiyah Padangpanjang pernah menghadiri Kongres Muhammadiyah di Solo.
( BACA JUGA: Wulan Guritno Tampil Cantik Natural dengan Gaya Ombre Lips, Tampilannya Bak Usia 20-an! )
Salah satu karyanya yang terkenal adalah novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijk yang juga pernah dibuat menjadi film.
Selain menulis novel, Buya Hamka ternyata juga pernah menuliskan sebuah puisi romantis yang berjudul Berjumpa Lagi.
Dan inilah cuplikan satu bait puisi berjudul Berjumpa Lagi karya Buya Hamka.
"Berjumpa Pula
Oh kau kiranya, bertemu pula Setelah 15 tahun kita berpisah Janganlah gugup. Sudahkah sembuh luka hatimu? Di aku sudah! Tapi payah aku melipur jejaknya Parutnya masih berkesan di dadaku".
( BACA JUGA: Nonton di Bioskop Sendirian, Baim Wong Banjir Ledekan dari Netizen )
(*)