Find Us On Social Media :

Seorang Pria Bantai Satu Keluarga di Surabaya Tahun 1995, Namun Kini Kejaksaan Malah Tangguhkan Hukuman Mati Pelaku, Kenapa?

By Arif Budhi Suryanto, Rabu, 1 Januari 2020 | 16:55 WIB

ilustrasi eksekusi mati

Laporan Wartawan Grid.ID, Arif Budhi Suryanto

Grid.ID - Sugiono atau Sugik adalah pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Surabaya pada 1995 silam.

Nasibnya kini seharusnya sudah menjalani eksekusi mati oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Namun, hal itu tidak kunjung dilaksanakan.

Baca Juga: Jadi Pembunuh Satu Keluarga, Begini Nasib Sugik Jelang Eksekusi Mati

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mohammad Dhofir, mengatakan pihaknya kesulitan ketika hendak melakukan eksekusi mati dikarenakan suatu hal.

"Yang bersangkutan (Sugik) diajak bicara tidak merespon dan tim dokter susah berkomunikasi," katanya, seperti yang dikutip Grid.ID dari Kompas.com.

Hal itulah yang membuat kejaksaan kesusahan dalam memberikan hak-hak Sugik sebelum dilakukan eksekusi mati.

Baca Juga: Jika Sampai Dijatuhi Hukuman Mati, Zul Zivilia Harus Hadapi Urutan Eksekusi Mati di Nusakambangan Ini, Bikin Napi Didera Tangis Tak Kunjung Henti

Padahal menurut aturan, terpidana mati seharusnya harus menjalani proses karantina dan diberi hak menyampaikan permintaan terakhir sebelum menjalani eksekusi mati.

Sugik yang saat ini mendekam di Lapas Porong Sidoarjo disebut mengalami gangguan jiwa ketika kejaksaan hendak melakukan eksekusi mati.

"Karena kami anggap mengalami gangguan jiwa, maka eksekusi jadi terhambat. Eksekusi akan dilakukan jika menurut dokter Sugik sehat mental dan tubuhnya," lanjut Dhofir.

Baca Juga: Zul Zuvulia Terancam Hukuman Mati: Inilah Bukit 'Angker' Nirbaya, Lokasi Eksekusi Mati para Tahanan di Nusakambangan

Sebagaimana diketahui, Sugik adalah satu dari empat terpidana mati yang ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Dan hanya Sugik yang secara hukum sudah bisa dieksekusi karena status hukumnya sudah inkrah.

"Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas putusannya sudah ditolak Mahkamah Agung, upaya grasi juga ditolak Presiden. Sementara tiga terpidana mati lainnya masih berproses banding," terang Dhofir.

Baca Juga: Proses Eksekusi Mati Narapidana di Nusakambangan, Mulai dari Turuti 3 Permintaan Terakhir Hingga Harus Tewas dalam Waktu 6 Menit

Dalam kasusnya sendiri, Sugik terbukti bersalah karena membunuh empat orang sekaligus yakni Sukardjo-Hariningsih serta dua anak bernama Eko Hari Sucahyo dan Danang Priyo Utomo.

Sugik sempat mengajukan grasi ke Presiden Jokowi namun ditolak pada awal 2015.

Melansir dari Wikipedia, hukuman mati sendiri bisanya dijatuhkan pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.

Baca Juga: Nasibnya Berakhir Tragis, Mantan Pacar Kim Jong Un Diseksekusi Mati Setelah Video Skandal Dewasanya Terungkap Publik

Pada tahun 2005, setidaknya ada 2.148 orang di 22 negara yang dijatuhi hukuman pidana mati.

Namun dari data tersebut, 94 persen praktiknya hanya dilakukan di beberapa negara misalnya Iran, Tiongkok, Arab Saudi, dan Amerika Serikat.

(*)