Laporan Wartawan Grid.ID, Andika Thaselia Prahastiwi
Grid.ID - Pagi hari di lengangnya jalanan kota, tiba-tiba kamu berpikiran untuk mampir sebentar ke kedai kopi berlogo putri duyung hijau dalam perjalanan menuju kantor.
Memesan satu cup tall Caffe Latte, padahal office boy di kantor juga bisa membuatkan secangkir kopi susu hangat sembari kamu duduk manis di meja kerja.
Bicara soal tradisi ngopi yang kekinian, kopi sekarang sudah bukan lagi jadi kebutuhan atau bagian dari rutinitas sehari-hari seseorang.
Kopi sudah bertransformasi menjadi sebuah gaya hidup lengkap dengan embel-embel prestisius tergantung di mana kamu menikmatinya.
Terimakasih berkat Instagram dan kerennya film "Filosofi Kopi" di 2015 lalu, istilah "kopi" di kalangan para millennials jadi makin akrab dan malah nggak bisa dipisahkan dari waralaba besar dunia, Starbucks.
Kedai kopi Starbucks memang sudah lama hadir di Indonesia, terutama di pusat-pusat perbelanjaan di kota-kota besar.
Tapi nama Starbucks beberapa tahun lalu masih jadi barang mahal dan identik dengan para eksekutif muda berkantong tebal.
Masyarakat Indonesia masih ogah menikmati secangkir kopi seharga puluhan ribu dan lebih memilih kopi instan buatan warkop pinggir jalan atau di rumah.
Waktu itu juga, kopi terutama yang hitam, identik sebagi minumannya bapak-bapak atau kaum Adam, bukan mahasiswi-mahasiswi cantik yang masih duduk di tingkat I.
Tapi sekarang, Starbucks sudah mengubah persepsi masyarakat kita tentang kopi dan nilai prestige yang terkandung di dalamnya.