Semua siswa di kelas ini adalah penderita down syndrome (DS) atau keterbelakangan mental.
Dari rumah di sebuah bukit di Kulon Progo, mengayuh sepeda hingga ke SLB dilakoni Hernowo dan Kamilah agar Wahyu bisa sekolah hari Senin-Jumat.
(Baca juga: Ini Dia Pembuat Rudal Jelajah Antar Benua Pertama Kali, Ternyata Bukan dari Amerika dan Rusia)
SLB di Desa Gotakan, Panjatan, itu sebenarnya hanya 11-an kilometer dari Anjir.
Meski jarak tak jauh, Hernowo mengayuh sepeda hampir 60 menit dengan sepeda ontel.
Perjalanan selama itu karena kontur jalan dan keramaian kota yang dilewati.
(Baca juga: Kisah Jim Ferraro, Pemenang Kasus Pertaruhan antara Seorang Ibu Melawan Perusahaan Kimia Raksasa Amerika)
Wahyu adalah anak semata wayang dari Hernowo dan Kamilah.
Warga mengenalnya sebagai pasangan suami istri penjual kayu bakar.
Hernowo biasa mencari dan memotong kayu, Kamilah mengikatnya setelah mengeringkan dengan cara diangin-angin.
Kayu itu dijual Rp 6.000 per ikat pada seorang pengepul.
Penghasilan dari kayu ini minim.