Find Us On Social Media :

Inilah Pu Yi, Balita Berusia 2 Tahun Tapi Sudah Menjabat Sebagai Kepala Negara

By Violina Angeline, Jumat, 30 Maret 2018 | 01:17 WIB

Pu Yi saat dirinya menjadi alat propaganda Jepang (kiri) dan hari tuanya menjadi rakyat biasa (kanan) | historytoday

Grid.ID - Pernahkah kamu berpikir jika sebuah negara dipimpin seorang anak kecil?

Rasanya tidak mungkin kan.

Tapi kenyataannya, sebuah negara pernah dipimpin seorang anak kecil bahkan masih balita berumur 2 tahun pernah terjadi di dunia nyata.

Balita berusia 2 tahun tersebut bernama Pu Yi asal China tapi di negara barat ia dipanggil Henry Puyi.

Pu Yi bukanlah seorang balita biasa.

(BACA: Kebangetan! Bayi Kaisar Meregang Nyawa Ditangan Ayahnya, Setelah Minum Susu Bercampur Ini)

Ia adalah anak dari penerus takhta putra mahkota kerajaan dinasti Qing.

Sejak pamannya Kaisar Guangxu, meninggal pada 14 November 1908 Pu Yi langsung diserahi tahta Kaisar Negeri Tirai Bambu.

Hal ini karena ibu Suri Pu Yi saat hendak meninggal menunjuk Pu Yi sebagai penerusnya.

Mau tak mau bocah ingusan berusia 2 tahun itu langsung diangkat sebagai Kaisar.

Jadilah Pu Yi sebagai kepala negara termuda dalam sejarah.

Gelarnya pun bernama Kaisar Xuangtong.

Padahal saat acara penobatannya sebagai Kaisar China ia masih menangis, merengek ketakutan duduk di atas singgasana kerajaan.

Saat menjabat sebagai Kaisar Si kecil Pu Yi hidup bagaikan di sangkar emas.

Ia hidup sangat mewah, menghabiskan emas kerajaan Qing yang bahkan seakan tidak pernah habis walaupun dibelanjakan terus menerus.

Bahkan setiap harinya 35 jenis makanan selalu dihidangkan ke hadapan Kaisar Pu Yi saat dirinya hendak bersantap.

Namun ia hanya memilih 2 jenis saja untuk dimakan.

Semua orang di China tunduk akan sabdanya karena ia adalah kaisar yang masyarakat China menganggapnya sebagai titisan Dewa Matahari.

Namun karena ia hanya bocah ingusan tetap saja banyak petinggi kerajaan lain yang mengadakan kudeta terhadap tahtanya.

Saat Pu Yi menjadi kaisar pun banyak orang menganggap dirinya hanya kaisar boneka yang dikendalikan petinggi-petinggi lain kerajaan.

Hingga akhirnya kaum Republik melancarkan Revolusi Xinhai atau Revolusi China pada 12 Februari 1912 yang mengubah sistem pemerintahan China dari monarki menjadi republik.

Revolusi itu menandai berakhirnya masa dinasti-dinasti yang pernah berkuasa di China selama 2.000 tahun.

Sejak saat itu nasib Pu Yi bagaikan jatuh dari langit ke tanah.

Walaupun Pu Yi muda sempat dimanfaatkan Jepang sebagai bahan propaganda terhadap pemerintahan Republik China pimpinan Sun Yat-sen, akhirnya Jepang kalah perang dan nasib mantan kaisar Qing itu tak lebih dari seorang budak.

Bahkan saat pemerintahan komunis mengambil alih China nasib Pu Yi lebih buruk lagi.

Saat itu Mao Zedong pimpinan Partai Komunis China mengampuni Pu Yi karena kesalahannya di masa lalu  pernah bersekongkol dengan Jepang menjajah tanah airnya sendiri.

(BACA: Demi Cinta, Putri Kekaisaran Jepang Ini Pilih Jadi Orang Biasa)

Ia kemudian mengalami cuci otak, dijejali berbagai paham komunis dan harus hidup dengan jerih payahnya sendiri.

Bayangkan saja orang yang dulunya raja menjadi orang biasa yang mencuci baju sendiri, memasak sendiri dan hidup miskin kekurangan sandang serta pangan.

Pu Yi juga sering menjadi bahan ejekkan dan olok-olok oleh mantan bawahannya ketika ia menjadi kaisar.

Pu Yi harus bekerja keras saban harinya sampai ia akhirya meninggal karena kanker ginjal dan penyakit jantung pada tanggal 17 Oktober 1967 di Beijing, China.

Mayatnya dikremasi dan ditempatkan Pemakaman Revolusioner Babaoshan hingga pada tahun 1995 abu hasil kremasi Pu Yi dimakamkan di makam Qing Barat tempat para kaisar-kaisar Dinasti Qing terdahulu dikebumikan. (*)